Pasalnya, aktivitas pertambangan itu dinilai memicu terjadinya bencana banjir dan tanah longsor. Kehadiran mereka ke Kementerian ESDM Senin kemarin pun, kata Mukti, salah satunya untuk menanyakan surat permohonan pencabutan IUP oleh PT SMN yang dilayangkan Bupati Trenggalek pada 18 Mei 2021.
Soal perizinan tambang PT SMN, Mukti mengatakan izin eksplorasi awal sudah terbit sejak tahun 2005. Eksplorasi itu sempat diberhentikan sementara oleh Bupati pada tahun 2014 usai ada demo masyarakat yang menolak kegiatan eksplorasi di Desa Sumberbening.
Namun ternyata, IUP untuk PT SMN terbit pada 2019. Informasi itu baru diketahui Mukti dan rekan-rekannya pada awal 2021. Dari situlah, mereka lantas membentuk aliansi dan terus menyuarakan perlawanan.
“Aktivitas pertambangan sekarang belum dimulai, makanya kami cegat agar jangan sampai dilakukan,” kata Mukti ketika ditemui Tempo di Sekretariat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Nasional, Jakarta, Selasa, 25 Oktober 2022.
Mengenai perkara ini, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur Rere Jambore Christantomenyoroti ihwal penerbitan IUP yang bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek Tahun 2012-2032. Menurutnya, prosedur penerbitan IUP itu jelas tidak tepat.
“Izin ini dikeluarkan di rezim RTRW itu. Pada konsensi yang diberikan, tidak ada peruntukan tambang. Artinya, dari sisi tata ruang sudah ada pelanggaran,” ujar Rere kepada Tempo, 25 Oktober 2022.
Baca juga: Kredit Pertambangan Kaltim Kuartal II 2022 Naik 106 Persen, BI: Tren Positif Sejak Akhir Tahun Lalu
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.