Menurut Airlangga, langkah pemerintah sudah tepat, yakni mendorong kolaborasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Langkah lain yang dinilai berhasil adalah meningkatkan resiliensi Indonesia terhadap ancaman resesi global, penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan. Ditambah pemanfaatan 2 persen Dana Transfer Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan perlindungan sosial.
Airlangga menyatakan telah memprioritaskan ketahanan pangan dengan menjaga ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga-harga pangan. Ia pun menilai Indonesia beruntung karena produksi beras dalam negeri selama tiga tahun terakhir mencapai 31 juta ton.
Selain itu, ia pun mengklaim Indonesia memiliki daya tahan yang cukup terhadap krisis pangan. "Karena dalam 3 tahun terakhir juga kita tidak melakukan impor beras," katanya. Di sisi lain, menurut dia, Indonesia juga relatif tidak mengimpor jagung dan bahkan mengalami surplus jagung selama beberapa tahun terakhir.
Sementara itu, sejumlah lembaga internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2023 ketika terjadi resesi akan berada pada kisaran 2,3 persen hingga 2,9 persen. Proyeksi tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2022 yang berada pada kisaran 2,8 persen hingga 3,2 persen. Hal itu terjadi lantaran adanya ketidakpastian akibat the perfect storm.
Baca juga: Ancaman Resesi 2023, Chatib Basri Beberkan Apa Saja yang Akan Dialami Indonesia
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini