TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan menjelaskan soal tarif pengantaran makanan dan barang yang selama ini dikeluhkan pengemudi ojek online alias ojol. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Hendro Sugiatno mengatakan aturan itu merupakan ranah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Sebab, kata dia, pengaturannya berhubungan dengan layanan sistem aplikasi. “Itu menjadi ranahnya Kementerian Kominfo bukan ranah Kemenhub untuk masalah pengantaran barang,” kata dia saat mengumumkan penyesuaian tarif ojol pada Rabu, 7 September 2022.
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) sebelumnya memprotes kebijakan tarif ojek online yang baru. Pengemudi meminta ketentuan itu juga berlaku untuk semua layanan pengantaran makanan dan barang.
“Kami menuntut tarif ojol yang baru ini berlaku untuk seluruh layanan pengantaran,” ujar Ketua SPAI Lily Pujiati.
Di sisi lain, dia juga memprotes karena besaran kenaikan tarif ojol tidak sesuai dengan kondisi di masing-masing kota. Ketua SPAI Lily Pujiati mencontohkan di Surabaya, tarifnya lebih rendah ketimbang Jakarta. Padahal, keduanya sama-sama kota besar dengan biaya hidup yang tinggi.
Menurut Lily, kenaikan tarif tidak akan mensejahterakan ojek online apabila potongan aplikator 15 persen. Bahkan sebelumnya lebih sampai 46 persen.
Dia mencontohkan seorang penumpang yang dikenakan ongkos Rp 14 ribu untuk jarak 0-4 kilometer, tapi faktanya pengemudi ojol hanya menerima Rp 9.600. Untuk itu, Lily mengatakan, SPAI menuntut potongan aplikator diturunkan menjadi 10 persen dan pelanggaran potongan aplikator yang selama ini terjadi harus dikembalikan kepada driver.
“Pengawasan pemerintah juga harus dilakukan dan berikan sanksi tegas pada aplikator yang melanggar,” katanya.
Ia menjelaskan komponen biaya jasa ojek online mencakup biaya pengemudi, yaitu kenaikan upah minimum regional atau UMR, asuransi pengemudi atau iuran kesehatan, biaya jasa minimal order 4 kilometer, dan kenaikan harga BBM. “Jadi penentuan komponen jasa ojek online itu yaitu ada biaya langsung, dan biaya tidak langsung,” ujar dia.
Dengan demikian, Kemenhub secara otomatis akan mengganti ketentuan Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor KP 348 Tahun 2019 dengan beleid baru. Seperti aturan sebelumnya, besaran tarif ojol diklasifikasikan dalam berbagai zona. Berikut ini rinciannya.
- Zona I meliputi Sumatrea, Jawa (selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), dan Bali, batas bawah naik dari Rp 1.850 menjadi Rp 2.000 (naik 8 persen). Batas atas naik dari Rp 2.300 menjadi Rp 2.500 (naik 8,7 persen).
- Zona III meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku dan Papua, kenaikan batas bawah Rp 2.100 menjadi Rp 2.300 (naik 9,5 persen). Batas atas naik dari Rp 2.600 menjadi Rp 2.750 (naik 5,7 persen).
Sedangkan biaya jasa minimal disesuaikan berdasarkan jarak 4 kilometer pertama. Zona I sebesar Rp 8.000-Rp 10.000 per 4 kilometer pertama, zona II Rp 10.200-Rp 11.200, dan zona III Rp 9.200-Rp 11.000.
Direktur Angkutan Jalan Kemenhub Suharto menjelaskan pemerintah menaikkan tarif ojol sesuai dengan kajian. “Ini yang menjadi pertimbangan kita. Tapi di sisi lain tentunya kita juga harus bisa menyeimbangkan antara pelayanan reguler apakah itu bentuknya angkot, bus, dan sebagainya atau termasuk taksi. Kita akan mencoba menyeimbangkan,” ujar dia.
Suharto melanjutkan jika tarif ojol dikerek lebih tinggi, pangsa pasar angkutan sepeda motor itu akan bergeser. “(Kalau kenaikannya lebih tinggi) Pasar bergeser kepada angkutan-angkutan yang reguler itu,” kata Suharto.
Baca juga: Pengemudi Ojek Online Protes Potongan ke Aplikator Terlalu Besar: Tidak Akan Mensejahterakan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.