Kemudian tantangan ketiga, Bhima berujar komoditas sorgum sebenarnya juga digunakan untuk bio ethanol atau lebih digunakan untuk bahan bakar, sama halnya dengan tebu. Jadi, sorgum terbagi dua kegunaanya yaitu untuk pangan dan energi. Sehingga pemerintah perlu menentukan ke arah mana pengembangannya.
Menurutnya, jika niat pemerintah mengembangkan komoditas sorgum sebagai bentuk inisiasi, maka hal itu masih realistis. Namun apabila untuk menggantikan posisi gandum, ia menilai langkah itu masih terlalu berat.
"Saya kira yang paling penting sekarang kalau mau serius gausah muluk-muluk lah, untuk sorgum bisa menjadi pangan yang bisa menggantikan beras di kawasan NTB NTT itu sudah lebih dari bagus," kata Bhima.
Ia menyarankan pada pemerintah agar berfokus memperbaiki food estate yang sudah ada sekarang terlebih dahulu terutama soal manajemen dan paska panennya, baru kemudian berbicara soal komoditas lainnya. Agar pengembangan sorgum maupun food estate yang sudah ada tidak menjadi proyek yang percuma.
"Jadi untuk menjawab krisis pangan, tapi ternyata proyeknya masih 10 sampai 20 tahun lagi berhasilnya. Padahal krisis pangannya terjadi sekarang," ucap Bhima.
Baca Juga: Jokowi Ingin Tingkatkan Produksi Sorgum, Airlangga: Realisasi Luas Tanam Sudah 4.355 Hektare