NFT membetot banyak perhatian sebagai representasi dari seni digital. Aset ini diperkirakan akan menjadi kunci di dunia metaverse yang disebut Mark Zuckerberg adalah masa depan internet. Token ini merupakan sertifikat digital yang menunjukkan keaslian dan tidak dapat direplikasi sehingga meningkatkan valuasinya.
"Anda tidak boleh tidak melaporkan keuntungan atau kerugian karena IRS telah gagal memberikan panduan yang memenuhi harapan Anda. Semakin sulit bagi orang untuk mendapatkan kesimpulan yang masuk akal, atau idealnya, benar, semakin mudah untuk mengabaikannya," ungkap pengacara pajak yang berbasis di San Francisco, James Creech.
Namun, lembaga pajak masih mengalami kesulitan mengenakan pajak kepada jenis aset ini karena tidak dapat dibandingkan dengan investasi tradisional yang sudah ada. Para pakar pajak setuju jika karya kreator NFT yang dijual di platform seperti OpenSea atau Rarible, keuntungannya harus dianggap sebagai pendapatan biasa dan dikenakan tarif setinggi 37 persen.
Artinya, investor yang membeli token tersebut harus dibebani pajak capital gain jika mereka menggunakan mata uang kripto lain untuk transaksi jual beli. Kendati demikian, aturannya tidak jelas.
Ada pertanyaan tentang apakah token harus dikenakan pajak seperti barang koleksi seni, yang datang dengan tingkat keuntungan modal jangka panjang hingga 28 persen. Itu masih lebih tinggi dibandingkan dengan pajak sebagian besar cryptocurrency dan saham yang sebesar 20 persen.
Adapun, RUU infrastruktur yang ditandatangani Presiden Joe Biden pada tahun lalu akan mempersulit orang untuk menyembunyikan aset digitalnya. Namun, Kementerian Keuangan belum memutuskan apakah itu termasuk NFT. Sementara itu, peminat NFT harus bersiap untuk mengerjakan banyak dokumen.