Dengan adanya revaluasi, rasio utang terhadap aset pemerintah tercatat hanya 54,7 persen per 2020. "Ini karena revaluasi. Bukan karena pemerintah berhasil mengalokasikan belanja besar-besaran untuk pembentukan aset (belanja barang dan modal)."
Perbandingan antara utang dan aset, tutur Alamsyah, biasanya digunakan untuk menilai kondisi di perusahaan. Apabila perusahaan memiliki rasio utang terhadap aset yang rendah, maka kemampuan finansial semakin baik. Ibaratnya, nilai agunan jauh lebih besar dari kredit.
Namun, dalam konteks utang pemerintah, perbandingan nilai utang dan aset dinilai kurang relevan. "Makanya saya bilang saya kurang suka membandingkan utang pemerintah dengan aset, sebetulnya. Aset pemerintah tak mudah dilego jika utang macet. Beda dengan rumah kita," kata Alamsyah.
Sebelumnya, Staf khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, meminta masyarakat agar tak hanya melihat besar utang pemerintah, melainkan juga melihat produktivitasnya.
Ia mengklaim utang yang ditarik pemerintah telah membuat ekonomi membesar. Ia berujar aset pemerintah pun sudah di atas Rp 11 ribu triliun.
"Itu dua kali nilai utang pemerintah, tapi seolah aset tidak bertambah. (banyak kritik seolah) hanya utang yang bertambah dan tidak dilihat produktivitasnya," kata dia di Denpasar, Bali, Rabu, 3 November 2021.
Baca: Sindir Puan, Susi Pudjiastuti: Biasanya Petani Menanam Padi Tidak Hujan-hujanan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.