Jalan pintas untuk mendapatkan bagian negara dilakukan lewat menjual bahan baku tersebut kepada negara yang kaya SDM. Pendapatan negara ini pun, kata dia, lebih banyak dialokasikan untuk barang konsumsi bukan barang produksi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi negara jenis ini diperoleh dengan naiknya belanja pemerintah serta bukan lewat pengembangan produk dan teknologi.
Kedua, negara yang miskin SDA tapi kaya SDM umumnya fokus pada pengembangan STEM. Bahan baku dari negara yang kaya SDA mereka olah menjadi produk yang bernilai tinggi yang pada akhirnya dijual kembali ke negara asal bahan baku tersebut. Peningkatan nilai tambah lewat inovasi dan teknologi menjadi kunci pertumbuhan ekonomi negara-negara yang masuk dalam kategori ini.
Arcandra menilai negara jenis tersebut sadar bahwa dengan minimnya SDA, mereka harus bekerja ekstra keras agar rakyatnya bisa hidup dengan layak. Ini terbukti dengan banyak industri teknologi tinggi yang tumbuh di Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Singapura.
Ketiga, negara yang kaya SDA dan SDM akan mengambil, mengolah dan menjadikan produk yang bernilai tinggi dengan kekuatan modal yang mereka punyai. Dengan teknologi dan SDM unggul yang tersedia, kata dia, negara-negara tersebut akan melakukan ekspansi bisnis dan politik ke negara-negara yang kaya SDA tapi miskin SDM.
Arcandra lantas menyoroti dampak pandemi kepada tiga jenis negara tersebut. Ia mengatakan negara yang kaya SDA tapi miskin SDM umumnya mengalami perlambatan ekonomi yang tidak begitu dalam. Sebab, yang banyak terkena dampak adalah sektor konsumsi bukan produksi. "Namun demikian, sewaktu pandemi mulai terkendali, pertumbuhan ekonomi kelihatannya juga tidak bisa signifikan," ujar Arcandra.
Sebaliknya, negara yang kaya SDM umumnya mengalami perlambatan ekonomi yang sangat dalam karena sektor produksi yang paling parah terkena dampaknya. Namun demikian, sewaktu pandemi mulai terkendali, pertumbuhan ekonominya akan sangat signifikan.
"Ibarat warung soto betawi, kalau yang sakit adalah tukang masak utamanya, kemungkinan besar omset warung tersebut bisa turun banyak. Saat si tukang masak pulih maka omset akan normal kembali atau bahkan meningkat," tulis Arcandra Tahar. "Semoga kita bisa belajar dari strategi pengembangan SDA dari beberapa negara yang disebutkan di atas."
Baca: Jumlah Penumpang di 15 Bandara Bakal Jeblok jadi 24,8 Juta di Akhir Tahun 2021