"Alhamdulillah biaya proyek bisa ditekan menjadi US$8 miliar. Kalau dikurangi dengan budget awal US$6,07 miliar, maka tambahan cost overrun (pembengkakan biaya) menjadi US$1,9 miliar dengan komposisi EPC dan non-EPC masih 80 banding 20 persen," ungkap Salusra.
Dia menuturkan, budget awal proyek sepur kilat itu sebenarnya adalah US$ 6,07 miliar. Rinciannya, sekitar US$ 4,8 miliar adalah biaya konstruksi atau EPC. Sementara itu, US$ 1,3 miliar adalah biaya non-EPC.
Namun setelah dihitung pada November 2020, biaya tersebut ternyata membesar menjadi US$ 8,6 miliar. Selanjutnya, berdasarkan kajian yang melibatkan konsultan, biaya proyek itu kembali naik lantaran adanya perubahan biaya dan harga, serta adanya penundaan pembebasan lahan.
"Perkiraan dari konsultan PSBI berada di dalam skenario low and high. Skenario rendah di US$ 9,9 miliar dan tinggi di US$ 11 miliar. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar US$ 3,8 miliar hingga US$ 4,9 miliar," ucapnya.
Karena itu, dia menyebut manajemen PT KCIC yang dibantu konsultan kemudian melakukan efisiensi sehingga bisa menekan pembengkakan biaya kereta cepat tersebut sehingga estimasi pembengkakan biaya menjadi US$ 1,9 miliar.
Baca juga: Bos KAI Sepakat Usulan Audit Investigatif Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung