Pemerintah telah berencana menarik utang Rp 973,58 triliun sepanjang 2022. Proyeksi pembiayaan utang tersebut turun 5,2 persen ketimbang target yang dipatok dalam APBN 2021 sebesar Rp 1.026,98 triliun.
Sebagian besar pembiayaan utang tahun depan akan berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara atau SBN. Utang digunakan untuk mendanai belanja negara di tengah pendapatan yang belum optimal karena pandemi Covid-19.
Dalam pembacaan Nota Keuangan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebutkan pemerintah merencanakan belanja negara sebesar Rp 2.708,7 triliun dalam RAPBN 2022. Sedangkan pendapatan negara dipatok di Rp 1.840,7 triliun yang terdiri atas penerimaan perpajakan Rp 1.506,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 333,2 triliun.
Dengan begitu, defisit anggaran tahun 2022 diperkirakan bakal mencapai 4,85 persen terhadap PDB atau Rp 868 triliun. Menurut Jokowi, defisit ini akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dan dikelola secara hati-hati. Pembiayaan utang, kata dia, dilaksanakan secara responsif. "Mendukung kebijakan countercyclical dan akselerasi pemulihan sosial ekonomi," kata dia.
Ketua DPR Puan Maharani telah mengingatkan Jokowi soal beban utang. Puan meminta Jokowi agar menyusun strategi pembiayaan utang yang memperhatikan resiko dan kapasitas fiskal di APBN.
"Dengan beban utang yang semakin besar, maka pemerintah wajib memastikan utang tersebut digunakan untuk belanja negara yang benar-benar berdampak bagi meningkatnya derajat kesejahteraan rakyat," kata Puan.
Baca: Pemerintah Bakal Tarik Utang Rp 973,58 Triliun di 2022, Untuk Apa Saja?