Dia menyoroti pula pemerintah yang menerbitkan surat utang dengan tenor jatuh tempo pada tahun 2070. Artinya, sepanjang 50 tahun ke depan Indonesia masih akan melanjutkan pembiayaan utang untuk membayar utang yang jatuh tempo.
"Pertanyaannya, utangnya untuk apa saja. Ternyata paling besar bukan belanja kesehatan di tengah pandemi, namun belanja birokratis seperti belanja pegawai dan belanja barang. Itu menjadi pemborosan dan tidak efektif," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyampaikan hasil laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2020. Dalam hasil kajiannya, BPK menyoroti risiko peningkatan utang pemerintah selama pandemi Covid-19.
“Tren penambahan utang pemerintah serta biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) dan penerimaan negara sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang,” ujar Agung dalam webinar, Selasa, 22 Juni 2021.
Posisi utang pemerintah pada Desember 2020 mencapai Rp 6.074,56 triliun atau meningkat tajam ketimbang tahun sebelumnya dengan defisit neraca APBN 6,27 persen. Pada 2019, utang pemerintah berjumlah Rp 4.778 triliun.
CAESAR AKBAR | FRANCISCA CHRISTY