Garuda Indonesia tengah menanggung utang Rp 70 triliun. Utang perusahaan disebut-sebut terus bertambah hingga Rp 1 triliun setiap bulan akibat tunggakan pembayaran sewa pesawat kepada lessor dan biaya operasional lainnya. Berbagai masukan tentang opsi penyelamatan pun bergulir dari berbagai pihak, termasuk likuidasi.
Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza sebelumnya mengatakan likuidasi bukan solusi satu-satunya untuk menyelesaikan persoalan Garuda. Menurut Faisol, masih banyak badan usaha milik negara atau BUMN yang memiliki masalah lebih besar dari Garuda, namun tidak sampai dilikuidasi.
"Terlalu gampang untuk menyelesaikan masalah Garuda hanya dengan likuidasi. Sementara itu, banyak BUMN yang bermasalah, rugi, dan efeknya besar tapi enggak dilikuidasi. Kok Garuda mau dilikuidasi,” ujar Faisol saat dihubungi Tempo, 16 Juni lalu.
Politikus PKB itu mengatakan perusahaan maskapai negara bisa mengurangi beban utangnya dengan melakukan renegosiasi dengan lessor. Dalam proses negoisasinya, Garuda disarankan memanfaatkan celah hukum dengan menunjuk pengacara yang mumpuni, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
“Pilihlah pengacara-pengacara hebat yang memungkinkan menekan banyak fixed cost atau beban akibat kontrak dengan lessor. Ini langkah nyata dan bisa disampaikan ke publik, apa kemajuan yang bisa dicapai,” kata Faisol.
Di sisi lain, Faisol setuju terhadap rencana Kementerian BUMN untuk mengurangi beban operasional Garuda dengan memangkas jumlah komisaris menjadi tinggal dua atau tiga orang. Namun, upaya itu saja dianggap tak cukup.
Ia mengatakan Garuda perlu merancang skema penyelesaian masalah yang pasti, seperti mengurangi pengeluaran-pengeluaran tetap. “Saya kira kita memerlukan gambaran dan skema yang lebih pasti karena ada fix cost yang banyak sekali dan membebani,” katanya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca juga: Malaysia Lockdown Sampai 28 Juni, Garuda Tetap Layani Rute Kuala Lumpur-Jakarta