Selain itu, Pratama berujar sistem dan SDM harus ditingkatkan, adopsi teknologi utamanya untuk pengamanan data juga perlu dilakukan. Indonesia sendiri masih dianggap rawan peretasan karena memang kesadaran keamanan siber masih rendah. Yang terpenting, tutur dia, dibutuhkan UU Perlindungan Data Pribadi yang isinya tegas dan ketat seperti di Eropa.
“Prinsipnya, memang data pribadi ini menjadi incaran banyak orang. Sangat berbahaya bila benar data ini bocor dari BPJS. Karena datanya valid dan bisa digunakan sebagai bahan baku kejahatan digital terutama kejahatan perbankan. Dari data ini bisa digunakan pelaku kejahatan untuk membuat KTP palsu dan kemudian menjebol rekening korban,” ujarnya.
Sebelumnya, Data 279 juta penduduk Indonesia di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan diduga bocor dan diperjualbelikan di situs raidsforum.com. Data tersebut mencakup nomor induk kependudukan, kartu tandap enduduk, nomor telepon, email, nama, alamat, hingga gaji.
Data tersebut dijual oleh pengguna forum dengan nama id 'Kotz'. Ia mengatakan data tersebut juga termasuk data penduduk yang sudah meninggal. "Ada satu juta contoh data gratis untuk diuji. Totalnya 279 juta, Sebanyak 20 juta memiliki foto personal," kata dia dalam utas yang dibuat pada 12 Mei 2021.
Kementerian Komunikasi dan Informatika pun telah menginvestigasi sampel data pribadi penduduk yang bocor dan diperjualbelikan di oleh akun bernama Kotz di Raids Forum. Juru Bicara Kominfo Dedy Permadi mengatakan data sampel yang ditemukan ternyata tidak berjumlah satu juta seperti yang diklaim penjual, melainkan 100.002 data. Namun, Kominfo menemukan bahwa sampel data diduga kuat identik dengan data BPJS Kesehatan.
"Hal tersebut didasarkan pada struktur data yang terdiri dari Noka (Nomor Kartu), Kode Kantor, Data Keluarga/Data Tanggungan, dan status Pembayaran yang identik dengan data BPJS Kesehatan," kata Dedy.
BACA: Data di BPJS Bocor, Ahli Siber: Keamanan Institusi Pemerintah Cukup Tertinggal
CAESAR AKBAR