TEMPO.CO, Jakarta - PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam angkat bicara soal dugaan pencemaran sungai, pesisir pantai, hingga kerusakan ekosistem mangrove di Halmahera Timur, Maluku Utara, akibat proyek tambang mereka. Laporan kerusakan ini sebelumnya disampaikan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), tepatnya di lokasi proyek di Site Moronopo.
SVP Corporate Secretary Antam Kunto Hendrapawoko membenarkan tumpukan sedimen di pesisir Moronopo pada 2 April 2021. Menurut dia, perusahaan prihatin dan membantu pemerintah menangani hal tersebut. "Berdasarkan analisa lingkungan, sedimentasi terjadi karena intensitas curah hujan ekstrem," kata Kunto kepada Tempo di Jakarta, Senin, 19 April 2021.
Menurut Kunto, intensitas curah hujan mencapai 982,1 mm pada Maret 2021. "Meningkat tajam 500 persen dibandingkan dengan rata-rata curah hujan dalam satu tahun terakhir," kata dia.
Kunto juga mengatakan curah hujan harian tertinggi tercatat mencapai 250mm pada 20 Maret 2021 akibat dampak La-Nina. "Sehingga menyebabkan peningkatan debit air di jalur aliran permukaan di Tambang Moronopo," kata dia.
Sebelumnya, laporan dari Jatam ini disampaikan pada Jumat, 16 April 2021. Lokasi proyek yaitu Site Moronopo ini berada di Desa Maba Pura, Kecamatan Kota Maba, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara.
Baca Juga:
Kepala Kampanye Jatam Nasional Melky Nahar menyebut sungai hingga ekosistem mangrove tersebut tercemar sedimentasi berupa lumpur tambang. Ia pun menyebut kejadian ini bukan yang pertama, tapi sudah sering terjadi sejak Antam mulai masuk dan beroperasi pada 2006.