TEMPO Interaktif, Jakarta: Komisi VII Bidang Energi Dewan Perwakilan Rakyat menduga sukarnya penindakan penambangan tanpa izin selama ini disebabkan keterlibatan oknum aparat keamanan di lapangan.
Anggota Komisi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Effendi Simbolon, mengatakan rata-rata kerugian negara yang dilaporkan Departemen Energi akibat pertambangan ilegal mencapai Rp 10 triliun per tahun.
"Mengapa itu tak ditindak. Bohong jika tidak ada keterlibatan oknum aparat," kata Effendi dalam dalam rapat kerja Komisi, Senin (20/10).
Komisi sendiri kecewa atas ketidakhadiran Kepala Kepolisian RI, Kepala Badan Intelijen Negara, dan Jaksa Agung dalam rapat kerja penanganan terhadap penambangan ilegal itu.
Effendi meminta rapat ditunda hingga rapat berikutnya dengan memanggil seluruh petinggi penegak hukum dan Menteri Koordinasi Politik, Hukum, dan Keamanan.
Pada rapat ini, Dewan memanggil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Kepala Kepolisian RI, Kepala Badan Intelijen Negara, dan Jaksa Agung. Namun Kepala Kepolisian RI, Badan Intelijen Negara, dan Jaksa Agung berhalangan hadir dan hanya diwakili para deputinya.
Anggota Komisi dari Fraksi Partai Demokrat, Bur Maras, mengatakan masalah penambangan tanpa izin sudah lama terjadi namun belum juga terselesaikan. Ketidakhadiran kepala aparat keamanan dalam rapat kerja hari ini, dikhawatirkan semakin mengulur waktu penindakan.
"Karena wakil-wakil yang datang di sini harus koordinasi terlebih dahulu sebelum melaporkan ke pimpinannya. Semakin lama pula penindakannya," katanya.
Anggota Komisi dari Fraksi Partai Bintang Reformasi, Ade Daud Nasution, mengatakan tindakan kriminal penambangan tanpa izin merupakan kesalahan sistem, sehingga seharusnya merupakah kewenangan Departemen Energi untuk berkoordinasi dengan aparat.
"Kami curiga penambangan tanpa izin itu melibatkan pejabat dan aparat di daerah," ujarnya.
Hal senada disampaikan Muhammad Nadjib dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Dia mendesak Komisi kembali menggelar rapat kerja dengan pembahasan yang sama. "Syaratnya harus hadir Panglima TNI, Kapolri dan Jaksa Agung," kata Nadjib.
Agoeng Wijaya/Desy Sulastri Pakpahan