"Jumlah orang yang tidak bekerja makin banyak, perusahaan enggan merekrut pekerja, bahkan yang kerja dirumahkan," kata Raden. Selain PHK, penurunan pendapatan juga disebabkan pengurangan gaji hingga omzet usaha.
Penurunan daya beli masyarakat itu, menurut Raden, sejalan dengan laju inflasi saat ini yang rendah atau terkontraksi 0,1 persen pada Juli 2020 dan dua kali berturut-turut pada Agustus dan September 2020 kontraksi 0,05 persen. Dengan kondisi itu, saat ini perekonomian memasuki deflasi atau harga tidak mengalami kenaikan karena sepi permintaan.
Begitu juga pertumbuhan ekonomi menurun, bahkan terkontraksi 5,32 persen pada kuartal II 2020 dan diproyeksikan kembali kontraksi meski membaik mencapai 2 persen pada kuartal III 2020.
Meski diproyeksi terjadi perbaikan pada kuartal ketiga 2020, pertumbuhan ekonomi yang negatif dalam dua kuartal berturut-turut merupakan resesi ekonomi. "Permintaan jauh lebih kecil dari suplai, akibatnya harga turun karena permintaan turun. Akibat dari penurunan daya beli itu direfleksikan di mana konsumsi dan investasi mengalami kontraksi," kata Raden.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan hingga 31 Juli 2020, jumlah pekerja formal maupun informal yang terdampak Covid-19 mencapai lebih dari 3,5 juta.
Dari jumlah itu, data yang sudah disaring melalui BPJS Ketenagakerjaan mencapai 2,14 juta pekerja terdampak dengan rincian pekerja formal dirumahkan mencapai 1,13 juta, pekerja formal di-PHK 383 ribu dan pekerja informal terdampak mencapai 630 ribu orang.
BISNIS | ANTARA
Baca: Pemerintah Klaim Ada 9 Manfaat Utama RUU Cipta Kerja Bagi Masyarakat