Fajriyah menjelaskan, Pertamina kemudian menjalankan strategi dari berbagai aspek baik operasional maupun finansial. Setelah merugi, perusahaan kembali bisa mencatatkan laba bersih pun pada Mei hingga Juli 2020 dengan rata-rata US$ 350 juta per bulan.
Di samping itu, kinerja laba operasi dan Ebitda pun terdata masih positif, yakni masing-masing US$ 1,26 miliar dan US$ 3,48 miliar. "Tentu saja, perbaikan kinerja tidak semudah membalikkan tangan, perlu proses dan perlu waktu. Sekarang ini, sudah terlihat dengan kerja keras seluruh manajemen dan karyawan, kinerja Pertamina mulai pulih kembali," katanya.
Saat ini, Fajriyah menerangkan, Pertamina melakukan efisiensi belanja operasional dengan memotong anggaran hingga 30 persen. Perusahaan minyak negara juga melakukan prioritasi belanja modal dengan sangat selektif hingga berkurang 23 persen.
Untuk menjaga stabilitas perusahaan, manajemen pun melakukan renegosiasi kontrak, memitigasi rugi selisih kurs, dan menjalankan operasional dan investasi untuk mempertahankan produksi hulu. Kemudian, meningkatkan strategi marketing dengan program diskon dan loyalty customer untuk meningkatkan pendapatan serta mengulas hingga memperbaiki model operasi kilang.
Kendati mengalami tekanan bisnis, Fajriyah memastikan perusahaan berupaya tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). “Bahkan Pertamina tetap menjalankan proyek-proyek strategis yang menyerap ribuan tenaga kerja, seperti di proyek pembangunan kilang RDMP & GRR serta proyek infrastruktur hulu dan hilir lainnya untuk membangun ketahanan dan kemandirian energi nasional,” ucapnya.
Baca juga: DPR Akan Panggil Ahok Minta Penjelasan Kerugian Pertamina Tembus 11 Triliun