TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) tengah mengejar pemulihan laba hingga akhir 2020. Perusahaan pelat merah ini sebelumnya dilaporkan menanggung kerugian Rp 11,13 triliun sepanjang semester I 2020.
"Ke depannya, kinerja makin membaik. Dengan laba bersih (unaudited) di Juli sebesar US$ 408 juta, kerugian dapat ditekan dan berkurang menjadi US$ 360 juta atau setara Rp 5,3 triliun. Dengan memperhatikan tren yang ada, kami optimistis kinerja akan terus membaik sampai akhir tahun 2020,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman dalam keterangannya, Kamis, 27 Agustus 2020.
Memasuki semester kedua 2020, kinerja operasional Pertamina secara keseluruhan diklaim mulai positif. Pada Juli 2020, Pertamina mencatat volume penjualan seluruh produk mencapai 6,9 juta kilo liter (KL). Angka ini meningkat 5 persen dibandingkan dengan Juni 2020 yang hanya 6,6 juta KL.
Sedangkan dari sisi pemasaran, pada Juli, Pertamina mencatat nilai penjualan perusahaan berada di kisaran US$ 3,2 miliar atau naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang hanya US$ 2,9 miliar. Adapun Pertamina menanggung rugi karena selama masa pandemi, permintaan BBM melorot drastis.
Pada Februari hingga Mei 2020, penurunan permintaan di kota-kota besar mencapai lebih dari 50 persen. Kemudian, penurunan pendapatan di sektor hulu seperti yang tercantum dalam Laporan Keuangan Unaudited Juni 2020 anjlok hingga 20 persen.
Penurunan pendapatan menyebabkan laba turut tertekan. Pada pada Januari 2020, Pertamina masih membukukan laba bersih US$ 87 juta. Namun memasuki tiga bulan setelahnya, mulai mengalami kerugian bersih rata-rata US$ 500 juta per bulan.