TEMPO.CO, Jakarta - Menyusul data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa impor senjata dan amunisi melonjak lebih dari 7.000 persen, juru bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak memberikan penjelasan. Dalam laporan BPS yang dipublikasikan pada Rabu 15 April 2020, kenaikan impor senjata itu terjadi pada Maret 2020.
"Maret 2020, laporan yang saya terima, amunisi dan senjata kami beli dari Pindad," kata Dahnil kepada Tempo, Jumat 17 April 2020.
Karena itu, Dahnil meminta data impor senjata dan amunisi Maret 2020 ini dicek lebih jauh. Sebab, selain Kementerian Pertahanan, masih ada institusi lain yang juga memiliki kewenangan untuk pembelian senjata. “Karena yang belanja senjata ada beberapa institusi, selain TNI dan Kementerian Pertahanan,” kata juru bicara Prabowo ini.
Rabu lalu, BPS mencatat bahwa di tengah pandemi Covid-19, impor produk senjata dan amunisi serta bagiannya meningkat tajam. Sepanjang Maret 2020, nilai impor senjata mencapai US$ 187,1 juta, meroket hingga 7.384 persen jika dibandingkan Februari 2020 yang hanya US$ 2,5 juta.
Angka US$ 187,1 juta ini juga naik 8.809 persen dibandingkan Maret 2019 yang hanya US$ 2,1 juta. “Ini rutin dilakukan setiap tahun untuk pertahanan dan keamanan. Kebetulan 2020 jatuhnya Maret 2020,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers online di Jakarta Rabu 15 April 2020.