Sementara Menteri Perdagangan Agus Suparmanto meyakini kenaikan harga ini hanya bersifat sementara. Ia mengaku telah meminta produsen masker dalam negeri meningkatkan kapasitas produksi masker mereka. Tapi toh, harga masker tetap bertahan tinggi sampai di pasaran.
Baru sehari kemudian, Agus mengumumkan agar produsen dan eksportir masker memprioritaskan masker untuk kebutuhan dalam negeri. Namun meski Airlangga sesumbar mengatakan akan mengurangi ekspor, Agus hanya menekankan prioritas kebutuhan dalam negeri, tidak sampai larangan ekspor masker.
Tapi masalah baru muncul. Saat Agus meminta produksi masker dalam negeri ditingkatkan, produsen justru tengah kesulitan bahan baku masker yang sebagian diimpor dari Cina. Situasi inilah yang diungkapkan Erick Thohir saat mengunjungi Apotek Kimia Farma.
Sadar ada masalah dalam ketersediaan bahan baku, Erick pun telah menyiapkan opsi impor bahan baku masker dari Eropa. Tapi konsekuensinya, kata Erick, harga masker akan lebih mahal dari masker Kimia Farma yang dijual seharga Rp 2000. "Ini karena bahan bakunya beda, tapi jangan dibilang Kimia Farma mengambil kesempatan dalam kesempitan," ujarnya.
Erick pun siap menjalankan pengurangan ekspor masker jika ada perintah dari Airlangga. Saat ini, ada salah satu BUMN yang memproduksi dan mengekspor masker yaitu PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). "Kalau Pak Menko (minta) stop, kami laksanakan," kata dia.
Beragam pernyataan sudah disampaikan ketiga menteri. Tapi sampai hari ini, tetap belum ada kejelasan soal instruksi pengurangan ekspor masker dan peningkatan produksi ini.
Bersamaan dengan itu, sampai hari kemarin, ternyata belum semua Apotek Kimia Farma menjual masker murah seharga Rp 2.000 per satuan. Di sejumlah apotek miliki perusahaan negara ini, stok masker ternyata masih kosong.