TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara sekaligus pemegang saham Sriwijaya Air, Yusril Ihza Mahendra, buka-bukaan soal kisruh kerjasama antara kliennya dengan Garuda Indonesia. Salah satu hal yang memicu perselisihan dari Sriwijaya adalah lantaran kerja sama itu dinilai tidak efisien.
"Sriwijaya merasa dominasi Garuda terlalu jauh intervensinya, sehingga menurut persepsi Sriwijaya kerja sama yang sebenarnya untuk meningkatkan kapabilitas membayar utang kepada beberapa BUMN malah tidak efisien," ujar Yusril di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis, 7 November 2019.
Misalnya saja, setelah kerja sama diteken, Sriwijaya kini mesti melakukan perawatan di Garuda Maintenance Facility. Padahal, sebelumnya kerjaan itu bisa dilakukan sendiri. Akibatnya, biaya yang dikeluarkan pun lebih mahal.
Belum lagi kebijakan untuk menampung kru yang sebelumnya di asrama ke hotel. "Menurut persepsi Sriwijaya, utang bukannya berkurang malah membengkak selama di-manage oleh Garuda," kata Yusril.
Perkara makin memanas ketika perjanjian kerja sama operasi diubah menjadi perjanjian kerja sama manajemen. Dengan perjanjian KSM, Yusril mengatakan Garuda secara sepihak menerapkan management fee 50 persen dan profit sharing 65 persen dari Garuda. Besaran itu dihitung dari pendapatan kotor perusahaan. Akibatnya, perusahaan pun terancam ambruk. "Jadi ini sebenarnya mau menyelamatkan Sriwijaya atau malah menghancurkan Sriwijaya."
Setelah adanya sengkarut, Yusril mengatakan pemerintah akhirnya memfasilitasi pertemuan antara dua belah pihak. Dari pertemuan itu, ia mengatakan akan ada perjanjian sementara yang memperpanjang kerja sama antara dua perusahaan. Sehingga pelayanan akan berjalan seperti biasa dan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan ada revisi perjanjian kerja sama antara dua belah pihak.
"Tentu saya akan bertanya juga kepada pemegang saham mayoritas Sriwijaya apakah akan menerima proposal ini, meneruskan kerja sama ini, atau malah akan menghentikannya sama sekali, itu nanti akan diputuskan segera dalam sehari dua hari ini," tutur Yusril.
Di lokasi sama, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air menjalankan operasional seperti kondisi kerja sama sebelumnya, tanpa ada perubahan.
"Kami harapkan bisa berlangsung beberapa saat sambil kita melakukan pembicaraan kalau ada perbedaan pendapat," ujar dia di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis, 7 November 2019.
Menurut Budi, kondisi Garuda dan Sriwijaya yang belakangan putus nyambung disebabkan oleh berakhirnya perjanjian keduanya pada 30 Oktober 2019 dan tidak diperpanjang. Karena itu, ia menyarankan perjanjian itu diteruskan.
Dengan pemulihan kondisi kerja sama itu, Budi berharap kondisi pelayanan Sriwijaya Air yang sempat bermasalah pada hari ini bisa kembali pulih. "Jadi mulai besok harapannya sudah tidak ada kendala lagi, sudah solved."
Selepas rapat, Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra dan VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M. Ikhsan Rosan bungkam. Mereka tidak mau menjawab ketika ditanya wartawan soal kerja sama dengan Sriwijaya Air.
CAESAR AKBAR