Selain pembiayaan reguler, pemerintah juga menyuntikkan dana khusus untuk mengurangi defisit BPJS Kesehatan tiap tahun. Namun defisit masih terjadi. Pada 2018 misalnya, ada sisa defisit Rp 10,2 triliun.
Pemerintah pun berencana menaikkan iuran seluruh peserta BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat pada 2020 hingga 2021. Khusus untuk PBI, pemerintah mengusulkan kenaikan iuran mulai Agustus 2019. Suminto menyatakan pemerintah tengah menunggu Peraturan Presiden untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasiona Angger P. Yuwono mengatakan kenaikan iuran peserta jaminan kesehatan ini bisa menyelesaikan defisit. Pasalnya dengan iuran saat ini BPJS Kesehatan diproyeksi mengalami defisit sebesar Rp 33 triliun di akhir 2019 dan meningkat menjadi Rp 44,7 triliun di 2020 hingga Rp 55,9 triliun di akhir 2021. "Dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan bisa surplus sekitar Rp 4 triliun di akhir 2021 berdasarkan simulasi kami," katanya.
Angger mengatakan defisit ini dipicu pembiayaan iuran peserta mandiri yang mandek. Pada 2018, rata-rata iuran peserta mandiri yang totalnya mencapai 32 juta orang sebesar Rp 8,9 triliun. Sementara biaya klaim layanan kesehatan peserta mandiri pada periode tersebut Rp 27,9 triliun.
Aktuaris BPJS Kesehatan Ocke Kurniadi mengatakan kolektabilitas pembayaran iuran peserta mandiri rendah diduga karena ada kesalahan kelas. "Misalnya, mampunya kelas 3 tapi terdaftar di kelas 1," katanya. Pasalnya peserta mandiri khususnya pekerja informal yang pendapatannya mingguan, harian, bahkan tiga bulanan.
Pihaknya bersama Kementerian Kesehatan saat ini sedang membenahi daftar peserta mandiri sehingga bisa ditempatkan sesuai kemampuan bayar peserta. Kenaikan iuran ini juga bisa menjadi dasar penyesuaian kelas peserta sesuai kemampuan bayar.