Pengunjung berjalan memasuki reaktor nuklir Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Muelheim-Kaerlich, Jerman, 22 Mei 2017. PLTN ini merupakan salah satu reaktor nuklir yang akan dibongkar oleh Jerman dalam misi peralihan penggunaan sumber energi terbarukan. REUTERS/Thilo Schmuelgen
TEMPO.CO, Jakarta - PT PLN (Persero) akan menambah penggunaan energi terbarukan di sejumlah pembangkit. Direktur Pembinaan Pengusaha Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Sri Rahardjo mengatakan pemerintah mendorong agar penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) semakin meningkat dari waktu ke waktu.
"Target kami (penggunaan energi terbarukan) sekitar 23 persen pada 2025. Karena itu, dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2017, PLN diwajibkan menyerap produksi listrik dari pembangkit sumber energi terbarukan," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Mencari Win-win Solution Antara Ketahanan Energi Nasional dengan Pertumbuhan Hijau" yang diselenggarakan PT Tempo Inti Media di Jakarta, Rabu, 30 Agustus 2017.
Kepala Divisi Energi Baru dan Terbarukan PT PLN Tohari Hadiat mengatakan perseroan akan membangun pembangkit listrik tenaga surya yang berkapasitas total 45 megawatt untuk mendorong pengembangan EBT. Pembangkit tersebut akan dibangun di Lombok sebanyak empat pembangkit dengan kapasitas masing-masing 5 megawatt, Gorontalo 10 megawatt, dan Minahasa 15 megawatt. Pembangunan pembangkit listrik tenaga surya seluruhnya menghabiskan investasi US$ 45 juta.
Awal Agustus 2017, PLN telah meneken kontrak jual beli listrik dengan 53 perusahaan pengembang energi terbarukan. Total kapasitas pembangkit listrik yang ditandatangani 350 MW yang tersebar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Upaya ini pun masuk ke bagian proyek pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW yang dicanangkan pemerintah.
Pembangkit itu antara lain pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga mikro hidro, dan pembangkit listrik tenaga biomassa.