Analis Ini Sarankan Reksa Dana Pendapatan Tetap Saat Saham Lesu

Reporter

Editor

Setiawan

Senin, 5 Juni 2017 11:48 WIB

ANTARA/Andika Wahyu

TEMPO.CO, Jakarta -Hasil riset Bareksa merekomendasikan kepada masyarakat dan investor untuk memilih reksa dana pendapatan tetap sebagai pilihan untuk menabung dan berinvestasi pada Juni 2017.

Baca: BEI: 35 Ribu Investor Baru Masuk ke Pasar Saham

Sebab menurut Kepala Riset PT Bareksa Portal Investasi, Ni Putu Kurnia Sari, potensi penguatan reksa dana pendapatan tetap masih terbuka seiring penyematan predikat investment grade (layak investasi) oleh lembaga pemeringkat Standard & Poors atas obligasi Indonesia pada 19 Mei lalu. Predikat itu telah meningkatkan gairah perdagangan obligasi.

“Melihat berbagai dinamika pasar keuangan, Bareksa merekomendasikan kepada masyarakat dan investor untuk mulai beralih ke reksa dana pendapatan tetap sebagai pilihan menabung dan investasi,” ujar Ni Putu dalam keterangan tertulisnya, Senin, 5 Juni 2017.

Menurut Ni Putu, sepanjang Mei 2017 pasar saham cenderung bergerak stagnan (flat) dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Kondisi itu berdampak pada kinerja reksa dana saham yang tidak begitu signifikan di bulan yang sama. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat naik tipis 0,93 persen pada Mei 2017 atau lebih rendah dibandingkan April 2017 yang sebesar 1,65 persen. Sepinya sentimen serta gejala musiman melandainya indeks di kuartal II menjadi penyebab stagnasi pergerakan pasar saham.

Pasar saham, kata Ni Putu, memiliki potensi koreksi lantaran IHSG sudah sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa yakni di level 5.791,88 pada 19 Mei 2017. Sementara dari data historis dalam tiga tahun terakhir, pergerakan indeks cenderung melandai, atau bahkan melemah di kuartal II setiap tahunnya.

Akibat melandainya IHSG, kinerja rata-rata reksa dana saham ikut terimbas. Indeks reksa dana saham Bareksa tidak mampu menembus level peningkatan 1 persen. Yakni hanya mencatatkan peningkatan tipis 0,86 persen, di bawah IHSG yang masih mampu naik 0,93 persen.

Di sisi lain, predikat layak investasi oleh S&P telah memperluas basis investor global yang berminat membeli obligasi yang diterbitkan di Indonesia. Meningkatnya minat pasar ditunjukan oleh penurunan yield benchmark obligasi pemerintah dan semaraknya lelang surat utang negara (SUN) beberapa waktu lalu. Lelang SUN yang digelar pemerintah pada Selasa, 22 Mei 2017 sukses melampaui target di mana penawaran yang masuk tercatat sebesar Rp 43,87 triliun dari target indikatif yang dipatok sebesar Rp 12 triliun.

Selain itu, yield obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun telah menurun ke angka 6,95 persen pada 31 Mei 2017 turun dari bulan sebelumnya yang sebesar 7,02 persen. Penurunan yield menunjukkan terjadinya peningkatan permintaan yang berimbas pada kenaikan harga pasar.

Sayangnya peningkatan gairah perdagangan obligasi belum mampu mendongkrak peningkatan kinerja reksa dana pendapatan tetap pada Mei 2017. Indeks reksa dana pendapatan tetap Bareksa tercatat naik tipis 0,61 persen pada Mei, sedikit lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 0,65 persen. Secara year to date, sepanjang Januari-Mei 2017 indeks reksa dana pendapatan tetap Bareksa naik 5,27 persen.

Meski begitu, bagi investor atau masyarakat yang tidak ingin nilai investasi atau tabungannya berisiko menurun, maka reksa dana pasar uang adalah pilihan tepat. Penempatan portofolio investasi pada deposito dan obligasi jangka pendek (kurang dari 1 tahun) membuat reksa dana jenis ini lebih konsisten menghasilkan return dengan tingkat resiko yang sangat rendah.

Untuk reksa dana pendapatan tetap, BNP Paribas Prima II menempati urutan teratas dengan return bulanan pada Mei 2017 sebesar 1,09 persen. Setelah itu diikuti oleh TRAM Strategic Plus sebesar 1,04 persen dan Avrist Prime Bond sebesar 0,98 persen.

Baca: Top Lima Produk Reksa Dana Sepanjang Tahun

Untuk reksa dana pasar uang, dipimpin oleh Sucorinvest Money Market Fund dengan return bulanan pada Mei 2017 sebesar 0,79 persen. Setelah itu Syailendra Dana Kas sebesar 0,64 persen, dan Maybank Dana Pasar Uang sebesar 0,60 persen.

DESTRIANITA

Berita terkait

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

7 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Hari Ini IHSG Diperkirakan Menguat, Saham Apa Saja yang Potensial Dilirik?

12 hari lalu

Hari Ini IHSG Diperkirakan Menguat, Saham Apa Saja yang Potensial Dilirik?

Analis PT Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada memperkirakan IHSG pada awal pekan ini menguat bila dibandingkan pekan lalu. Apa syaratnya?

Baca Selengkapnya

Senin Depan, BEI Terapkan Full Call Auction di Papan Pemantauan Khusus

44 hari lalu

Senin Depan, BEI Terapkan Full Call Auction di Papan Pemantauan Khusus

BEI akan menerapkan mekanisme perdagangan lelang berkala secara penuh atau full call auction di Papan Pemantauan Khusus pada Senin pekan depan.

Baca Selengkapnya

Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun

25 Februari 2024

Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun

Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.

Baca Selengkapnya

Microsoft Salip Apple di Pasar Saham dengan Keunggulan AI

30 Januari 2024

Microsoft Salip Apple di Pasar Saham dengan Keunggulan AI

Para investor sepakat bahwa Microsoft berkembang jauh lebih signifikan dibanding Apple, bahkan untuk lima tahun ke depan.

Baca Selengkapnya

Israel Selidiki Investor Untung Jutaan Dollar karena Sudah Antisipasi Serangan Hamas 7 Oktober

5 Desember 2023

Israel Selidiki Investor Untung Jutaan Dollar karena Sudah Antisipasi Serangan Hamas 7 Oktober

Israel sedang menyelidiki klaim peneliti AS bahwa beberapa investor mungkin telah mengetahui sebelumnya tentang rencana serangan Hamas

Baca Selengkapnya

Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual

4 Desember 2023

Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa ke depan potensi bursa karbon masih cukup besar.

Baca Selengkapnya

BEI Ungkap Penyebab Sepinya Bursa Karbon Dibandingkan dengan Bursa Saham

30 November 2023

BEI Ungkap Penyebab Sepinya Bursa Karbon Dibandingkan dengan Bursa Saham

Dari sisi transaksi bursa karbon tercatat sudah ada lebih dari 490 ribu ton dengan nilai harga jual karbon terakhir senilai Rp 59.200.

Baca Selengkapnya

2024, BEI Bidik Nilai Transaksi Harian Rp 12,25 Triliun

26 Oktober 2023

2024, BEI Bidik Nilai Transaksi Harian Rp 12,25 Triliun

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membidik rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) pada tahun 2024 sebesar Rp 12,25 triliun pada tahun 2024.

Baca Selengkapnya

Transaksi Harian Jeblok 29 Persen, BEI: Ada Shifting Investasi dengan New Normal

7 Oktober 2023

Transaksi Harian Jeblok 29 Persen, BEI: Ada Shifting Investasi dengan New Normal

Bursa Efek Indonesia (BEI) membeberkan alasan nilai transaksi harian di pasar modal Indonesia yang jeblok dibandingkan tahun lalu.

Baca Selengkapnya