TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan tantangan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di Indonesia adalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan. Hal itu disebutkan dalam caption foto yang dia unggah dalam akun Instagram miliknya, kemarin.
Sri Mulyani menceritakan pengalamannya saat menjadi panelis suatu seminar dalam rangkaian Annual Meeting Islamic Development Bank (IDB) ke-42 di Jeddah, Arab Saudi. Hal yang disampaikan Sri Mulyani dalam seminar bertajuk "Harnessing Experience Towards Achieving Sustainable Development Goal (SDG)" itu dilampirkan bersama beberapa foto yang diunggah ke akun Instagramnya, @smindrawati.
“Dalam kesempatan itu, saya menyatakan tantangan untuk mencapai SDG di Indonesia adalah dari sisi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan,” katanya dalam caption foto, yang diunggah pada Selasa, 16 Mei 2017.
Pada foto tersebut, Sri Mulyani tampak sedang menyampaikan materi yang dia bahas. Dia duduk sejajar dengan para panelis lain. “Juga hadir sebagai panelis, yaitu akademisi terkemuka, Profesor Jeffrey Sachs; Menteri Keuangan Jordania , Turki, dan Pantai Gading; Dr Mahmoud dari World Bank; dan Dr Mandiri Muharram dari IDB,” ucapnya.
Wanita yang juga mengemban jabatan Menteri Keuangan pada era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu mengaku sempat berbicara mengenai mekanisme pembiayaan untuk SDG. Menurut dia terdapat dua mekanisme, yaitu secara mekanik atau rutin melalui pembuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta secara politik dengan adanya persetujuan dari DPR.
Dia mendorong adanya stabilitas penerimaan negara melalui sistem perpajakan yang baik demi memperoleh dana yang cukup bagi pembangunan yang berkelanjutan. “Indonesia akan melakukan reformasi perpajakan secara komprehensif sehingga dapat meningkatkan grade Ease of Doing Business dan iklim bisnis yang baik untuk menarik investor asing. Dengan demikian, reformasi perpajakan juga akan mencakup peningkatan kapasitas dan integritas pegawainya,” tuturnya.
Sri Mulyani berujar SDG saat ini ada di masa sulit. Dia menilai banyak negara besar yang hanya mempedulikan kepentingan negaranya sendiri. “Komitmen bersama para pemimpin dunia untuk membuat pembangunan berkelanjutan masih banyak hanya sebatas diskusi dan tidak berpengaruh banyak pada peningkatan tarif hidup manusia,” ujarnya.
Mantan Direktur Pelaksana di World Bank itu pun menyarankan pemerintah melibatkan universitas dan partai politik untuk meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan.
“Universitas diharapkan bisa menjadi pusat pembelajaran dan jejaring pengetahuan. Sedangkan partai politik, selain akan mendominasi parlemen, juga berperan besar dalam mencalonkan pemimpin di Indonesia,” katanya.