Presiden Republik Indonesia Joko Widodo saat meninjau rumah murah di Villa Kencana Cikarang, Jawa Barat, 4 Mei 2017. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. kembali menyediakan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan uang muka (down payment/DP) sekitar Rp1,12 juta dan cicilan sekitar Rp800.000 per bulan. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menargetkan perubahan kriteria penghasilan masyarakat yang berhak mendapatkan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) bisa diimplementasikan tahun ini. "Harapannya, tahun ini bisa diimplementasikan. Tapi jalannya masih panjang," ujar Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lana Winayanti di sela acara 2nd Property & Mortgage Summit 2017 di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Mei 2017.
Pemerintah sedang mengkaji perubahan kriteria batas atas masyarakat yang bisa mendapatkan FLPP atau KPR bersubsidi. Saat ini kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) penerima skema FLPP adalah berpendapatan di bawah Rp 4 juta per bulan. Perubahan tersebut ditargetkan selesai tahun ini.
Kendala yang dihadapi, kata Lana, perlu adanya diskusi dan kesepakatan terlebih dulu dengan para pemangku kepentingan. "Kita harus tahu juga kira-kira mereka siap atau tidak dengan perubahan ini," katanya.
Nantinya, menurut Lana, batas penghasilan akan dilihat dari jumlah penghasilan suami dan istri, bukan perorangan. Selain itu, ada perbedaan batas penghasilan untuk setiap daerah. Selama ini, persyaratan batas penghasilan itu masih disetarakan di setiap daerah. "Datanya akan digunakan upah minimal regional dan standar hidup layak daerah tersebut," ujarnya.
Dia mencontohkan di Papua yang kemungkinan naik dari batas awal Rp 4 juta menjadi Rp 6 juta. "Jabodetabek bisa Rp 7 juta sekian," katanya.
Pada kuartal pertama 2017, kata Lana, FLPP telah digunakan untuk sekitar 3.800 unit di seluruh Indonesia dari target pemerintah sebanyak 120 ribu unit.