Presiden Joko Widodo (kanan) memberikan arahan kepada kepala daerah dan tamu undangan saat penyerahan penghargaan Wahana Tata Nugraha 2015 di Istana Negara, Jakarta, 23 Desember 2015. Penghargaan tersebut diberikan kepada daerah yang dinilai mampu menyediakan transportasi layak bagi warganya. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo ingin jatah dana alokasi umum (DAU) ke daerah bisa bersifat dinamis. Dalam sidang paripurna kabinet di Istana Negara, presiden mengatakan formulasi perhitungan yang dinamis bertujuan mengantisipasi perubahan DAU. "Kalau pendapatan turun, ya (DAU) harus ikuti itu," kata Jokowi di Jakarta, Selasa, 4 April 2017.
Di hadapan para menteri Kabinet Kerja, Jokowi menilai terlalu enak bagi pemerintah daerah yang mendapatkan DAU sama setiap tahunnya. Idealnya, besaran dana alokasi umum disesuaikan dengan besarnya penerimaan anggaran pendapatan belanja negara. "(Kami) pontang panting cari income (pendapatan) dan sering tidak tercapai, tapi DAU di daerah tetap," ucap presiden.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan DAU dihitung dari pendapatan domestik. Pendapatan itu, salah satunya tergantung dari penerimaan perpajakan dan sumber daya alam. Sementara penerimaan perpajakan kerap kali meleset dari target. "PDN (posisi devisa netto) itu jumlahnya lebih kecil atau tidak selalu sama dengan di undang-undang," kata dia.
Dampak bila pemberian DAU dinamis, Sri Mulyani menyatakan, pemerintah daerah harus bisa lebih cermat lagi merencanakan anggaran. Kepala daerah dituntut bisa menentukan program kerja prioritas di luar belanja pegawai. Mengenai besar-kecilnya DAU, kata Menkeu, akan tergantung dari realisasi asumsi dan penerimaan perpajakan.
Dalam APBN 2017 besarnya dana perimbangan yang terdiri dari dana transfer umum dan dana transfer khusus mencapai Rp 677,1 triliun. Dana transfer umum tercatat sebesar Rp 503,6 triliun dan dana transfer khusus mencapai Rp 173,4 triliun.