TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak terus mendesak pemerintah untuk segera menghentikan moratorium pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Timur Tengah karena dianggap tidak menyelesaikan persoalan mendasar soal perlindungan TKI. “Moratorium pengiriman PRT ke Timur Tengah adalah kebijakan gelap mata dan sangat reaktif. Ini juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia karena membatasi akses perempuan ke lapangan pekerjaan,” kata Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah, di Jakarta, Ahad, 19 Februari 2017.
Berdasarkan hasil survei Migrant Care yang dilakukan pada Maret 2015-Mei 2016 di Bandara Soekarno Hatta, masih ditemukan sekitar 2.644 pengiriman TKI informal atau TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga ke Timur Tengah, terutama Arab Saudi.
Baca : TKI Karawang Kirim Uang Rp2,8 Miliar ke Indonesia
Hasilnya, 1.020 orang yang ditemui adalah PRT migran yang baru berangkat ke Timur Tengah dengan visa umroh, ziarah/visit, dan mengunjungi keluarga. Sisanya sebanyak 1.624 orang merupakan PRT migran re-entry.
Negara tujuan PRT migran adalah Arab Saudi 964 orang, Uni Emirat Arab 793 orang, Bahrain 220 orang, Oman 170, Qatar 157, Kuwait 57 orang, dan Malaysia 283 orang. Padahal pada periode tersebut, pemerintah sudah memberlakukan moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah.
Anis menilai kebijakan moratorium cukup rawan dalam memacu perdagangan manusia karena pemerintah terkesan menutup mata akan tingginya pengangguran dan terbatasnya akses pendidikan masyarakat Indonesia.
Jika mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah yakni sekolah dasar (SD) ke bawah sebanyak 49,97 juta (42,2 persen) dan SMP sebanyak 21,36 juta (18,04 persen) pada Agustus 2016.
Baca : Survei Migrant Care: PRT Migran Masih Dikirim ke Saudi
Sebaliknya, penduduk yang bekerja yang memiliki pendidikan tinggi hanya 14,5 juta terdiri dari 3,41 juta orang dengan latar belakang pendidikan diploma (2,88 persen), dan 11,9 juta orang berpendidikan universitas pada periode yang sama.
“Tidak ada perubahan komposisi angkatan kerja. Dalam program kerja kementerian terkait, bahkan tidak ada kebijakan transformasi pendidikan. Jika transformasi ini tidak segera dilakukan, sampai kapanpun Indonesia akan menempati pekerjaan dengan level terendah di luar negeri,” ucap Direktur Migrant Care Institute, Muhammad Adi Candra.
Baca : KBRI Suriah Repatriasi 11 TKI Via Libanon
Bahkan, dirinya menambahkan pengiriman TKI ilegal ke Timur Tengah sudah menggunakan modus baru yakni TKI rental. Para TKI tersebut pergi ke luar negeri dengan menggunakan visa umroh, mengunjungi keluarga, dan bahkan visa cleaning service untuk menyamarkan modus kepergiannya.
“Setelah sampai di sana, mereka akan dipekerjakan oleh seseorang atau perusahaan yang kemudian menyewakan jasa mereka ke orang lain sebagai PRT. Hal ini membuktikan moratorium sangat tidak efektif dalam melindungi TKI,” tukasnya.
Selain itu, rencana pemerintah yang disebut Zero PRT juga dinilainya tidak masuk akal karena tidak adanya aksi nyata pemerintah untuk melakukan transformasi pendidikan di Indonesia.
BISNIS.COM
Berita terkait
Pemerintah Cabut Pembatasan Barang TKI, Begini Bunyi Aturannya
10 hari lalu
Sebelumnya, pemerintah membatasi barang TKI atau pekerja migran Indonesia, tetapi aturan ini sudah dicabut. Begini isi aturannya.
Baca SelengkapnyaNurul Huda Disiksa Majikan di Oman, Rentannya Pelanggaran HAM pada PMI di Timur Tengah
21 hari lalu
Nurul Huda menggugah perhatian publik. Video curhatnya tentang pengalaman disiksa oleh majikannya di Oman menjadi sorotan.
Baca SelengkapnyaBeda Sikap Migrant Watch dan Migrant CARE Soal Dugaan TPPO Berkedok Magang Mahasiswa
28 hari lalu
Migrant Watch menilai kasus magang ke Jerman lebih tepat dikatakan sebagai kesalahan prosedur penempatan mahasiswa ketimbang TPPO.
Baca SelengkapnyaFerienjob: Praktik Lancung TPPO Berkedok Magang hingga Guru Besar Menjadi Tersangka
33 hari lalu
Dengan iming-iming magang di Jerman, para pelaku melakukan TPPO dengan menjebak dalam program Ferienjob
Baca SelengkapnyaTPPO Modus Ferienjob, Migrant CARE Ungkap Sindikat Pernah Sasar Siswa SMK
34 hari lalu
Kasus TPPO menyasar dunia pendidikan. Selain Ferienjob, kasus perdagangan orang sempat masuk ke sekolah (SMK) menggunakan modus lain.
Baca SelengkapnyaMigrant Care: PPLN Kuala Lumpur Tak Paham Aturan Pemilu, Hak Politik Ratusan Pekerja Migran Terabaikan
37 hari lalu
Migrant Care menyatakan PPLN Kuala Lumpur menunjukkan bobroknya penyelenggara pemilu dan tunduk pada keinginan parpol.
Baca SelengkapnyaBanyak Data Tidak Sesuai, Migrant Care Minta KPU Buka DPT PSU di Kuala Lumpur
49 hari lalu
Migrant Care menemukan hanya segelintir pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) hadir saat pencoblosan ulang di Kuala Lumpur Malaysia
Baca SelengkapnyaPSU Kuala Lumpur Digelar Hari ini, Migrant Care Sebut Jumlah Pemilih Menciut
49 hari lalu
Migrant Care menyoroti berkurangnya jumlah pemilih dalam pemungutan suara ulang yang akan digelar di Kuala Lumpur.
Baca SelengkapnyaCerita Awal Mula Migrant Care Mencium Adanya Dugaan Jual Beli Surat Suara di Malaysia
58 hari lalu
Migrant Care, mengungkap dugaan praktik jual beli surat suara pemilu di Malaysia. Surat suara pemilu itu dijual dari harga 25-50 Ringgit Malaysia
Baca SelengkapnyaTerungkap Modus Dugaan Jual Beli Surat Suara di Malaysia, Ini Respons Bawaslu-KPU
27 Februari 2024
Migrant Care mengungkap modus dugaan jual beli surat suara di Malaysia. Harga per satu surat suara dihargai sekitar Rp 90 ribu-120 ribu.
Baca Selengkapnya