UU BI dan Perbankan Perlu Direvisi

Reporter

Selasa, 7 Februari 2017 01:20 WIB

TEMPO/Dasril Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati menekankan alasan mendasar mengapa revisi UU Bank Indonesia dan Undang-Undang Perbankan perlu dilakukan.

Menurutnya, urgensi revisi kedua UU tersebut tidak sekadar dilatarbelakangi fragmentasi atau pemisahan kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ataupun isu kepemilikan asing maupun isu konglomerasi pada industri perbankan.

"Substansi yang lebih mendasar yaitu terkait fakta empiris bahwa penempatan kebijakan moneter yang hanya fokus menjaga stabilitas perekonomian ternyata tidak cukup mampu mendorong tercapainya kesejahteraan umum," ujar Hartati di Jakarta, Senin (6 Februari 2017).

Dia menjelaskan, kesejahteraan umum dapat dilihat melalui pencapaian pertumbuhan yang berkualitas, pemerataan atau mengurangi kesenjangan, kesempatan kerja, dan dukungan yang cukup bagi berkembangnya UMKM.

Oleh karena itu, revisi UU BI harus lebih menegaskan posisi independensinya secara eksplisit bahwa arah independensi BI adalah dari sisi instrumen. Sementara dari sisi tujuan, BI tidak bisa independen dari tujuan nasional.

"Dari sini, penyeimbangan antara fungsi BI sebagai agen stabilisasi dan agen pembangunan perlu dilakukan dengan penguatan UU BI yang selaras dengan tujuan nasional," katanya.

Sementara itu, revisi UU Perbankan harus mengarah pada upaya untuk menciptakan kedaulatan sektor keuangan, pembentukan modal dalam negeri, serta mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan.

"Optimalisasi fungsi intermediasi perbankan itu antara lain seperti peningkatan akses kredit bagi UMKM, distribusi likuiditas (kredit) secara lebih merata ke daerah-daerah di Indonesia sebagai fungsi-fungsi agen pembangunan," katanya.

Dalam perekonomian modern, menurutnya, Bank Indonesia sebagai bank sentral merupakan "jantung" kehidupan, sementara sistem perbankan seperti "aliran darah" dalam tubuh manusia. Sehingga kalau fungsi BI dan sistem perbankan terganggu, maka perekonomian akan sakit.

Salah satu hal penting pasca krisis moneter 1997/1998 adalah terjadi reformasi BI dan perbankan di mana BI menjadi lembaga independen dan tegaknya prinsip makro dan mikroprudensial dalam pengelolaan perbankan di Indonesia dimana rupiah stabil, inflasi terkontrol, dan terdongkraknya kembali pertumbuhan ekonomi.

Akan tetapi, setelah satu setengah dasawarsa, reformasi BI dan perbankan yang notabene berhasil menjadi faktor tercapainya stabilitas makroekonomi, kondisi tersebut amat tidak cukup.

"Hal itu karena negara belum berhasil menciptakan "kesempatan kerja" bagi setiap warga negara yang layak sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945) dan pembangunan ekonomi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana Pasal 33 ayat 3 UUD 1945," ujar dia.
BISNIS.COM

Berita terkait

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

1 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

2 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

2 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

2 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

2 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

2 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

3 hari lalu

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.

Baca Selengkapnya

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

3 hari lalu

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

Para pemohon termasuk perwakilan Ant Group sebagai pemilik aplikasi pembayaran Alipay bisa datang ke kantor BI untuk meminta pre-consultative meeting.

Baca Selengkapnya

Rupiah Diprediksi Stabil, Pasar Respons Positif Kenaikan BI Rate

3 hari lalu

Rupiah Diprediksi Stabil, Pasar Respons Positif Kenaikan BI Rate

Rupiah bergerak stabil seiring pasar respons positif kenaikan BI Rate.

Baca Selengkapnya

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

3 hari lalu

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut pelemahan rupiah dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter AS yang masih mempertahankan suku bunga tinggi.

Baca Selengkapnya