Presiden RI, Joko Widodo didampingi Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam peresmian pengeluaran dan pengedaran uang Rupiah tahun emisi 2016 di Bank Indonesia Jakarta pada Senin, 19 Desember 2016. Tempo/Reza Syahputra
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia mengubah sistem penentuan bunga operasi pasar terbuka dari sebelumnya fixed rate tender (FRT) atau lelang suku bunga tetap menjadi variable rate tender atau lelang suku bunga bergerak.
Perubahan tersebut diterapkan pada 1 Februari, enam bulan sejak pemberlakuan BI 7-Days Repo Rate.
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Dody Zulverdi, dengan sistem lelang tersebut, BI hanya mengumumkan volume Sertifikat BI (SBI) yang dapat diserap. Dengan begitu, suku bunga yang didapatkan dari hasil lelang itu lebih mencerminkan kondisi likuiditas peserta lelang, terutama perbankan.
"Kalau bank dananya sangat ketat dan 12 bulan ke depan mungkin butuh banyak dana lalu mau taruh di BI, dia kasih bunga lebih tinggi. Sebaliknya, bagi bank yang likuiditas banyak dan ingin taruh dananya di BI, bisa kasih bunga lebih rendah," kata Dody dalam konferensi persnya di Kompleks BI, Jakarta Pusat, Senin, 6 Februari 2017.
Secara teori, menurut Dody, suku bunga yang didapatkan dari hasil lelang bisa bergejolak. Namun, secara praktek, tidak. "Karena BI tidak akan membiarkan suku bunga terlalu tinggi atau terlalu rendah. Sepanjang belum ada perubahan suku bunga acuan, BI akan mengendalikan bunga hasil lelang tidak bergerak terlalu jauh," tuturnya.
Sistem lelang dengan suku bunga bergerak itu, kata Dody, berlaku untuk semua tenor kecuali SBI bertenor di bawah tujuh hari. "Kenapa? 7-Days Repo Rate merupakan instrumen kebijakan. BI tidak mau instrumen kebijakan bergerak-gerak. Kami ingin harga tidak berubah sampai diubah melalui rapat dewan gubernur, bukan melalui hasil lelang."