Pengamat Ingatkan Akurasi Data Pangan Untuk Impor

Reporter

Editor

Saroh mutaya

Jumat, 2 Desember 2016 20:11 WIB

Kepala Divisi Pengembangan Bisnis Jakarta Futures Exchange Lukas Lauw (kiri) dan Anggota Komite Ekonomi National Hermanto Siregar (kanan). ANTARA/Zabur Karuru

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto J. Siregar mengingatkan pentingnya bagi Indonesia untuk memiliki data pangan untuk impor agar kebijakan yang diambil tepat sasaran.

Di satu sisi Hermanto J. Siregar di Jakarta, Jumat, 2 Desember 2016 menyatakan sangat mengapresiasi upaya pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan deregulasi ekspor dan impor, namun akurasi data pangan harus diprioritaskan. "Kalau datanya salah, kebijakannya juga menjadi salah," ujar Hermanto, menegaskan.

Hermanto yang juga Wakil Rektor IPB itu mengapresiasi laporan pengendalian impor di bidang hortikultura dan komoditas seperti beras, sepanjang laporan itu disertai dengan data yang akurat. Ia mengingatkan, pemerintah harus berhati-hati dalam melakukan impor di bidang hortikultura dan komoditas pangan agar jangan sampai merugikan petani.

Untuk itu, Hermanto menyarankan agar Kemendag harus sering melakukan inspeksi mendadak dan mengambil sampling data secara random terkait jumlah serta kualitas data pangan yang diimpor. Ia mendukung rencana Kemendag melakukan deregulasi di bidang ekspor dan impor.

Namun, untuk penghapusan kewajiban verifikasi surveyor (LS) untuk komoditas beras, baja dan migas, ia mengingatkan perlunya kehati-hatian sebelum kebijakan itu diambil. "Jangan sampai deregulasi itu diartikan sebagai kebijakan yang membuka kebebasan atau mempermudah kegiatan impor," ucap Hermanto.

Ia menegaskan bahwa impor bukan sesuatu yang haram, namun prinsipnya harus mengutamakan produksi sendiri oleh karena itu upaya deregulasi harus mampu menjangkau kepentingan publik yang lebih luas. "Maka perencanaan impor harus bagus. Laksanakan impor, simpan dulu di gudang Bulog. Nanti dilemparkan ke pasar pada saat panen kita belum datang-datang," tuturnya.

Terkait rencana penghapusan verifikasi survei data impor pangan, Hermanto menilai langkah itu berisiko, karena bisa mengakibatkan ketidaksesuaian data dan tidak adanya jaminan terhadap kualitas standar yang diharapkan dari impor. Ia justru mengkhawatirkan jika deregulasi yang menghapus kewajiban verifikasi surveyor itu dilakukan hanya untuk memudahkan impor. "Tentu ada kerugian untuk petani. Kalau tidak banyak produksi, tidak perlu impor, dan mempermudah impor," tambahnya.

Mengenai optimisme pemerintah yang tidak akan melakukan impor beras sepanjang 2017, Hermanto justru tidak yakin terhadap hal itu. Menurut dia, Indonesia kemungkinan masih akan melakukan impor, minimal kurang lebih sama yang diimpor tahun ini. Karena itu, menurut dia, survei tetap dibutuhkan, hanya sifatnya sampling saja, secara tidak terduga. "Kalau sekarang kan menjadi syarat, jadi prosedurnya panjang. Kalau tidak dipersyaratkan, kan bisa cepat. Kapan saja Pemerintah bisa on the spot atau random. Jadi kalau ada yang mau curang-curang pasti mikir, nanti dirandom kena, intinya harus ada sidak," ujar Hermanto yang juga Guru Besar Ekonomi IPB itu.

Hal senada disampaikan anggota Komisi VI DPR RI Dwie Aroem Hadiatie yang mengatakan, kebijakan deregulasi akan memangkas peraturan yang sudah ditetapkan dalam peraturan. "Misalnya saja menyederhanakan perizinan. Yang dimana dalam setiap Permendag tertulis mengenai verifikasi surveyor. Namun mengapa hal ini dihapuskan," jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, verifikasi surveyor adalah kegiatan pemeriksaan teknis mengenai produk ekspor dan impor yang dilakukan surveyor. "Contohnya beras, harus diketahui jenis dan volume, nama, serta alamat eksportir. Impor juga wajib tahu mengenai nama dan masa berlaku serta semua ketentuan yang ada dalam Permendag Nomor 19 tahun 2014 mengenai beras."

Aroem mengingatkan Pemerintah, agar verifikasi surveyor jangan dihapuskan, sebab hal itu akan memicu semakin banyaknya produk impor yang masuk tanpa identitas yang jelas. "Selain itu, juga bisa mengganggu ketahanan pangan nasional dikarenakan membludaknya volume impor yang melemahkan tujuan swasembada pangan," imbuhnya. *

ANTARA

Berita terkait

Kian Panas, Turki Putuskan Hubungan Dagang dengan Israel

1 hari lalu

Kian Panas, Turki Putuskan Hubungan Dagang dengan Israel

Turki memutuskan hubungan dagang dengan Israel seiring memburuknya situasi kemanusiaan di Palestina.

Baca Selengkapnya

Produk Indonesia di Mesir Raup Transaksi Potensial Rp 253 Miliar, Didominasi Biji Kopi

9 hari lalu

Produk Indonesia di Mesir Raup Transaksi Potensial Rp 253 Miliar, Didominasi Biji Kopi

Nilai transaksi potensial paviliun Indonesia di Cafex Expo 2024, Mesir, capai Rp 253 milir. Didominasi oleh produk biji kopi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

11 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

11 hari lalu

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

Didik mengingatkan agar pemerintah tidak menganggap enteng konflik Iran-Israel. Kebijakan fiskal dan moneter tak boleh menambah tekanan inflasi.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

11 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

Ekspor Maret 2024 Naik 16,4 Persen tapi Tetap Anjlok Dibanding Tahun Lalu

11 hari lalu

Ekspor Maret 2024 Naik 16,4 Persen tapi Tetap Anjlok Dibanding Tahun Lalu

BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada Maret 2024 naik 16,40 persen dibanding Februari 2024. Namun anjlok 4 persen dibanding Maret 2023.

Baca Selengkapnya

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

11 hari lalu

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.

Baca Selengkapnya

Indonesia-Tunisia Gelar Intersesi ke-6, Bahas Peningkatan Perdagangan Bilateral

12 hari lalu

Indonesia-Tunisia Gelar Intersesi ke-6, Bahas Peningkatan Perdagangan Bilateral

Delegasi Indonesia dan Tunisia membahas perjanjian perdagangan bilateral di Tangerang. Indonesia banyak mengekspor sawit dan mengimpor kurma.

Baca Selengkapnya

Kemendag Optimistis Perdagangan Indonesia Kejar Vietnam jika Sepakati IEU-CEPA

58 hari lalu

Kemendag Optimistis Perdagangan Indonesia Kejar Vietnam jika Sepakati IEU-CEPA

Kementerian perdagangan sebut Indonesia bisa kalahkan Vietnam jika sudah melakukan kesepakatan perjanjian dagang dengan Uni Eropa (IEU-CEPA).

Baca Selengkapnya

Ma'ruf Amin Dorong Selandia Baru Tingkatkan Ekspor Daging Sapi dan Domba Bersertifikat Halal ke RI

28 Februari 2024

Ma'ruf Amin Dorong Selandia Baru Tingkatkan Ekspor Daging Sapi dan Domba Bersertifikat Halal ke RI

Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendorong agar ekspor daging sapi dan domba bersertifikasi halal dari Selandia Baru ke Indonesia bisa ditingkatkan.

Baca Selengkapnya