TEMPO.CO, Jakarta - Chief Economist Bank Danamon Anton Hendranata memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2017 masih akan melemah akibat beberapa faktor. Salah satunya efek Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45.
"Rasa-rasanya 2017 bukan tahun yang mudah," ujar Anton di The Westin Kuningan Jakarta, Rabu, 30 November 2016.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi 2017 di negara-negara lain juga akan melambat, misal seperti negara Uni Eropa yang mengalami penurunan salah satunya akibat Brexit. "Perkiraan saya hanya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang akan tumbuh," kata dia.
Diperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada 2016 sekitar 1,5 persen akan tumbuh menjadi 2,2 persen. Untuk Uni Eropa menurun dari 1,7 persen menjadi 1,3 persen. Sedangkan Jepang akan stagnan sekitar 0,6 sampai 0,8 persen. "Tapi walau pertumbuhan ekonomi Amerika membaik, tetap tidak bisa Amerika berdiri sendiri untuk meningkatkan perekonomian global," tutur dia.
Penyebabnya, Tiongkok masih memiliki pengaruh karena mempunyai pasar yang besar. Sehingga tanpa Tiongkok kecil kemungkinan Amerika dapat bergerak sendiri untuk meningkatkan perekonomian global.
Anton berujar, tantangan ke depan bagi Indonesia adalah pemerintah khususnya Presiden Joko Widodo harus konsisten dengan program dalam bidang perekonomian salah satunya 14 paket kebijakan ekonomi. "Bila konsisten maka perekonomian kita lumayan aman," ujar dia.
Fokusnya Presiden Joko Widodo terhadap perekonomian terlihat dari alokasi anggaran diutamakan untuk pembangunan infrastruktur. "Infrastruktur penting karena terkait perekonomian kita," ujar dia. Selain infrastruktur, Presiden Jokowi juga memfokuskan untuk kesehatan dan pendidikan. Hal ini menurut Anton sangat baik karena akan meningkatkan kualitas SDM. Sehingga bonus demografi beberapa tahun ke depan akan diikuti oleh meningkatkan kualitas SDM.
Karena itu bila pemerintah konsisten menjaga kondisi perekonomian Indonesia, pertumbuhan ekonomi akan meningkat. "Apalagi kita salah satu negara dengan pasar yang besar," kata dia.