TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah sedang mengkaji usulan PT Adhi Karya Tbk. untuk menerbitkan saham baru atau rights issue lantaran perusahaan jasa konstruksi itu membutuhkan tambahan modal. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sugiharto mengatakan, pemerintah akan mengevaluasi rencana bisnis (business plan) terkait dukungan modal yang diperlukan. “Jika rencana bisnis perusahaan dengan jelas menggambarkan kebutuhan dana, maka terbuka kemungkinan aksi korporasi itu diizinkan,” kata Sugiharto kepada pers kemarin. Adhi Karya membutuhkan pertimbangan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas. Apalagi penerbitan saham baru itu akan mengurangi persentase kepemilikan saham pemerintah. "Mereka memang sedang berusaha memasuki kawasan Timur Tengah untuk terlibat dalam proyek-proyek besar di sana," ujar Sugiharto. Menurutnya, pemerintah memang belum mengambil keputusan final mengenai hal tersebut. Perusahaan juga dapat mengusahakan pendanaan dari pinjaman atau penerbitan obligasi yang bersifat jangka panjang. "Perusahaan itu kan bisa mengusahakan modal kerjanya dari pinjaman atau modal. Itu wajar saja." Seperti diketahui pemerintah mendivestasi sekitar 49 persen sahamnya di Adhi Karya pada 2004. Saat itu pemerintah menggunakan dua metode, yaitu penawaran saham ke pasar atau initial public offering (IPO) sekitar 24,5 persen. Dan jumlah yang sama ditawarkan kepada manajemen dan pegawai perusahaan atau disebut (Employee Management Buy Out/EMBO). Dari penjualan saham itu, pemerintah mengantongi dana sekitar Rp 60 miliar. Ketika ditanya apakah pemerintah juga ikut menjual sebagian sahamnya yang kini mencapai 51 persen, Sugiharto tidak memastikan. Dia hanya menegaskan hasil yang diperoleh pemerintah dari penjualan saham di perusahaan itu kemungkinan nilainya kecil. "Ini karena perusahaan memiliki basis modal yang juga tidak besar." budi riza
Partai Persatuan Pembangunan batal menarik dua kader dari Kabinet Indonesia Bersatu yakni Menteri BUMN Sugiharto dan Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali.