Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, melihat kondisi dua gerbong kereta Kerta Jaya pasca terbakar, di Stasiun Tanjung Priok, Jakarta, 25 Agustus 2016. Menhub menyerahkan proses penyelidikan kebakaran itu ke Tim Pusat Labolatorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berencana merombak pejabat di lingkungan kementeriannya. Kebijakan itu akan diambil setelah Kepolisian RI menangkap pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam kasus pungutan liar. "Mungkin saja," katanya di Jakarta, Kamis, 13 Oktober 2016.
Budi belum bersedia menyebutkan posisi mana saja yang akan dibongkar. "Nanti disaring. Meski seseorang berkompeten, kalau integritasnya terganggu, harus dipindahkan ke tempat yang benar,” tuturnya. “Begitu juga kalau lalai, harus dipindah ke tempat lain."
Perombakan tersebut, menurut Budi, dilakukan untuk memperbaiki kinerja pegawai Kementerian Perhubungan. “Harus jadi lebih baik,” ucapnya.
Budi juga berencana membentuk tim ad hoc untuk mengevaluasi kinerja Kementerian. Tim ini akan mengaudit sistem dan pertanggungjawaban pelayanan yang berjalan selama ini, seperti layanan perizinan online dan pengaduan. Tugas lainnya adalah mengawasi staf pelayanan di daerah, seperti di pelabuhan, bandar udara, stasiun, serta terminal.
Evaluasi kinerja dilakukan setelah pada Selasa kemarin tim gabungan Markas Besar Polri dan Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap dua staf dan tiga pegawai honorer Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Mereka diduga menerima suap dari pengusaha yang sedang mengurus perizinan.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono berjanji pihaknya akan mencopot dua stafnya itu jika terbukti bersalah. “Masih proses, tunggu sampai putusan final pengadilan. Kami juga harus taat aturan," ujarnya kepada Tempo. “Yang jelas, ada sanksi non-job."
Menurut Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan Cris Kuntadi, sanksi terberat bagi pegawai yang terlibat dalam kasus suap dan pungutan liar adalah pencopotan dari jabatan serta pemecatan. "Tergantung tingkat pelanggarannya. Kalau ringan, mungkin digeser ke tempat lain."
Sepanjang 2015, Irjen menerima 16 laporan melalui Sistem Informasi Akademik Terpadu (Simadu). Sebagian besar terkait dengan masalah lelang dan internal pegawai. Tahun ini, jumlah aduan yang masuk ke Simadu mencapai 26 laporan. "Tapi banyak yang tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak bisa diverifikasi."