Mantan Kepala BIN Hendropriyono menyerahkan surat pernyataan harta untuk mengikuti program tax amnesty di Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar, Jakarta, Rabu, 21 September 2016. Tempo/Angelina Anjar Sawitri
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Badan Intelijen Negara Abdullah Makhmud Hendropriyono memaparkan alasannya mengikuti program amnesti pajak atau tax amnesty. Menurut Kepala BIN pada era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, tujuannya mengikuti program tax amnesty agar tertib administrasi.
"Saya ikut tax amnesty bukan berarti minta ampun karena bikin kesalahan. Saya merasa pajak bumi dan bangunan selalu bayar, jual-beli properti, aset, juga ada pajaknya. Tapi, masalah administrasi, banyak hal yang kelupaan atau ada perubahan peraturan," katanya di Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar, Jakarta, Rabu, 21 September 2016.
Hendropriyono menilai, sebagai warga negara yang baik, masyarakat—termasuk dirinya—harus mendukung program tax amnesty yang dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan nasional. "Ini suatu cara yang brilian, menguntungkan, sehingga semua bisa dagang dengan tertib. Tidak tiap kali diaudit beda-beda hasilnya karena administrasi tidak beres."
Hendro mengatakan Indonesia harus mengakui bahwa administrasi di segala level, baik makro ataupun riil, belum seluruhnya tertib. Karena itu, Hendropriyono pun mengimbau semua pengusaha dan juga para pejabat untuk segera mengikuti program tax amnesty. "Sehingga dapat melangkah ke depan lebih baik," tuturnya.
Dia menegaskan tak takut dianggap sebagai pengemplang pajak dengan mengikuti program tax amnesty. Selama ini, dia mengaku tertib membayar pajak.
Siang tadi, Hendro mengikuti program tax amnesty. Hendropriyono mendeklarasikan hartanya, baik harta pribadi ataupun harta perusahaan, yang sebagian besar berada di dalam negeri. Adapun hartanya yang berada di luar negeri hanya untuk pembiayaan istrinya yang sedang sakit.
Menurut Hendropriyono, sebagian besar hartanya yang berada di dalam negeri merupakan aset dari perusahaan-perusahaan miliknya. "Bagaimanapun, ada administrasi yang masih harus diluruskan. Itu semua kita tebus dan tujuannya untuk ketertiban," ujarnya.
Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding
48 hari lalu
Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding
Rafael Alun Trisambodo, bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dalam putusan banding tetap menjatuhkan vonis 14 tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta.
DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya
5 Januari 2024
DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya
DJP Kemenkeu mencatat telah memungut pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik alias pajak digital sebesar Rp 16,9 triliun pada akhir 2023.