Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mensyaratkan hanya daerah dengan infrastruktur maju yang berpotensi menjadi pusat suaka pajak atau tax haven di Indonesia. Pemerintah akan memilih satu kota atau kabupaten sebagai surga para wajib pajak yang memiliki bisnis di luar negeri.
"Syaratnya, ada perbankan nasional di situ, daerah yang infrastrukturnya memadai," kata Bambang saat berbuka puasa dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu, 22 Juni 2016.
Bambang hendak membentuk offshore financial center di Indonesia serupa British Virgin Island dan Pulau Labuan di Malaysia. Di pusat suaka itu, pemerintah menerapkan tarif pajak spesial khusus untuk para pemilik bisnis di luar negeri. "Basis perusahaan di luar negeri tapi headquarter-nya di Indonesia," tuturnya.
Menurut Bambang, pemerintah tak bisa menerapkan pusat suaka di Jakarta karena pemasukan pajak berpotensi bercampur dengan pajak lain. Soal pendiriannya, akan dilakukan setelah Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (tax amnesty) berlaku. "Tax amnesty jalankan dulu. Setelah kelihatan pola repatriasinya, barulah jalankan offshorefinancial center," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil menanggapi rencana pemerintah membuat wilayah suaka pajak. Menurut dia, hal itu semakin tak relevan di masa mendatang. Pasalnya, hal ini berkaitan dengan implementasi perjanjian pertukaran informasi antarnegara atau Automatic Exchange of Information (AEoI), yang akan dimulai pada 2018.
"Misalnya ada kerja sama internasional, nanti orang enggak bisa menghindari pajak lagi," ujar Sofyan, Selasa pekan lalu. Ia pun menegaskan, pembuatan tax haven harus dilatarbelakangi tujuan yang jelas. "Dulu, kan, orang pada bikin perusahaan di sana untuk menghindari pajak. Ada yang untuk mempersiapkan uang masuk ke negara tersebut.”