Renminbi Bisa Jadi Alternatif Transaksi Dagang Internasional  

Reporter

Rabu, 4 Mei 2016 11:16 WIB

Ilustrasi mata uang rupiah. REUTERS/Beawiharta

TEMPO.CO, Surabaya - Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur Benny Siswanto mengatakan perdagangan internasional di Indonesia berpotensi menggunakan renminbi (RMB) atau mata uang Cina. Tujuannya mengurangi dominasi dolar.

"Perdagangan Indonesia ke Tiongkok sebanyak 23 persen, dan itu merupakan persentase tertinggi perdagangan internasional ke negara-negara seperti Singapura, Jepang, Korea," ucapnya dalam acara sosialisasi renminbi sebagai mata uang alternatif transaksi perdagangan internasional di Surabaya, Selasa, 3 Mei 2016.

Alasan lain, ujar Benny, penggunaan renminbi dalam valuta asing masih kecil, yakni mencapai Rp 120 miliar per hari atau hanya 0,1 persen dari keseluruhan mata uang internasional. Menurut dia, ini sebagai upaya lepas dari dominasi mata uang dolar yang sering digunakan dalam perdagangan internasional.

Benny menjelaskan, penggunaan renminbi juga sebagai persiapan karena mata uang tersebut mulai 1 Oktober 2016 akan menjadi mata uang internasional yang tercatat di Bank Dunia, menyusul dolar, euro, dan yen. Saat ini mata uang dolar menguasai sekitar 87 persen transaksi global, sedangkan di Indonesia dolar menguasai 90 persen transaksi perdagangan. "Jika kita ingin mengurangi dominasi dolar, perlu ada perubahan paradigma atau cara pandang terhadap RMB," tuturnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Tri Widodo, mengatakan potensi penggunaan renminbi sangat besar. Menurut dia, 60 persen transaksi Indonesia ke Cina. "Diprediksi akan terus meningkat proporsinya," ucap Widodo.

Adapun perdagangan internasional Indonesia banyak didominasi Cina. Sebanyak 20 persen jumlah barang yang diimpor Indonesia berasal dari negara itu. Deputi Direktur Moneter Banka Indonesia Yuli Nurjayanti berujar, pemakaian renminbi dalam pembayaran perdagangan internasional dapat mengurangi dominasi dolar dalam pembayaran perdagangan internasional.

Yuli menyebutkan, dalam periode Agustus-Desember 2015, transaksi impor barang-barang dari Cina pembayarannya masih didominasi menggunakan dolar. Hampir 94,85 persen transaksi pembayaran impor menggunakan dolar, sedangkan pembayaran transaksi impor menggunakan renminbi hanya 5,05 persen. "Meski penggunaan renminbi masih kecil, kami melihat masih bisa ditambah persentase penggunaan renminbi, apalagi didukung dengan kebajikan Tiongkok," tuturnya.

Selain itu, penggunaan renminbi sebagai mata uang SDR akan membuat nilai tukarnya menguat terhadap mata uang lain. Ini juga membuat neraca perdagangan Indonesia menjadi baik dan membuat harga barang ekspor Indonesia ke Cina lebih mudah.

EDWIN FAJERIAL




Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

20 jam lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

22 jam lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

1 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Kian Panas, Turki Putuskan Hubungan Dagang dengan Israel

1 hari lalu

Kian Panas, Turki Putuskan Hubungan Dagang dengan Israel

Turki memutuskan hubungan dagang dengan Israel seiring memburuknya situasi kemanusiaan di Palestina.

Baca Selengkapnya

Wamendag ke Mesir Bahas Perjanjian Dagang Bilateral di Tengah Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil

2 hari lalu

Wamendag ke Mesir Bahas Perjanjian Dagang Bilateral di Tengah Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil

Pemerintah Indonesia terbuka terhadap pemanfaatan transaksi imbal dagang business-to-business (b-to-b).

Baca Selengkapnya

Menko Airlangga Bahas Produk Susu dengan Menteri Perdagangan Inggris: RI akan Lakukan Deregulasi

2 hari lalu

Menko Airlangga Bahas Produk Susu dengan Menteri Perdagangan Inggris: RI akan Lakukan Deregulasi

Menko Airlangga menegaskan Indonesia tengah melakukan deregulasi yang menekankan mekanisme lebih mudah untuk pendaftaran produk susu dan turunannya.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

2 hari lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya

PDIP Surabaya Usulkan ke DPP Inkumben Eri Cahyadi-Armuji Maju Pilkada Kota Surabaya

3 hari lalu

PDIP Surabaya Usulkan ke DPP Inkumben Eri Cahyadi-Armuji Maju Pilkada Kota Surabaya

PDIP Surabaya mengusulkan wali kota - wakil wali kota inkumben Eri Cahyadi-Armuji maju ke Pilkada Kota Surabaya 2024.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

3 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

4 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya