Mutiara dari Kulit Ikan Pari Ini Bernilai Ekspor
Editor
Setiawan Adiwijaya
Selasa, 29 Maret 2016 07:46 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Butiran mirip mutiara menempel pada bagian tengah kulit ikan pari. Lembaran kulit ikan yang dijemur di atas rak kayu itu memiliki guratan duri di bagian tengah. Bentuknya ada yang seperti huruf "i", gitar, oval, dan batu halus.
Ini jenis kulit ikan pari termahal. Setiap 3 inci kulit ikan pari jenis tersebut harganya Rp 90 ribu.
Kulit ikan pari yang dulu hanya menjadi limbah kini mempunyai nilai ekonomi. Pasangan suami-istri, Miftakhul Khoir dan Dwi Lestari, merupakan perajin yang mengembangkan usaha penyamakan kulit ikan pari untuk bahan baku kerajinan di Kecamatan Sewon, Bantul, Yogyakarta.
Kulit ikan pari itu digemari di Thailand, Korea Selatan, Cina, Jepang, dan Italia. Harga kulit ikan pari yang diekspor rata-rata per lembar Rp 250 ribu sampai Rp 322 ribu.
Miftakhul melayani Shin Il-ho, pembeli kulit ikan pari dari Korea Selatan, Senin, 28 Maret 2016. Pembeli kulit ikan pari itu merupakan eksportir yang menjual bahan baku kulit ikan pari yang disamak produksi Miftakhul. Shin menjualnya ke Cina, Jepang, Thailand, Korea Selatan, dan Italia.
Kulit ikan pari itu digunakan sebagai bahan baku kerajinan tas dan dompet dengan harga yang lebih mahal. Di Italia, harga satu tas berbahan kulit ikan pari sekitar Rp 50 juta. Sedangkan di Jepang, satu tas kulit ikan pari dijual Rp 20 juta.
Tas ikan pari di Korea Selatan dijual seharga Rp 8 juta. Jepang juga banyak menggunakannya untuk gagang pedang samurai. "Jepang mempunyai minat tinggi dan mau membeli dengan harga mahal," kata Shin kepada Tempo di tempat produksi kulit ikan pari.
Miftakhul mengatakan kulit ikan pari yang disamak mulai diekspor lewat perantara sejak 2010. Rata-rata per bulan ada 30 kulit ikan pari yang diekspor. Bisnis ini, menurut dia, menguntungkan. Hal tersebut bisa dilihat dari usahanya yang berkembang dan mampu menambah jumlah pekerja.
Miftakhul tertarik pada kulit ikan pari sejak ia kuliah di Akademi Teknik Kulit Yogyakarta. Ini bermula dari piknik Miftakhul bersama Dwi, istrinya, ke Cilacap, Jawa Tengah. Di sana mereka melihat ikan pari melimpah. Pada 2002, ia mencoba melakukan penyamakan dan gagal berulang kali. "Saya tak mau menyerah," kenang Miftakhul.
Setelah lulus kuliah pada 2003, ia memberanikan diri membuka usaha produksi penyamakan kulit ikan pari. Kegigihannya membuahkan hasil. Ia membuat dompet, ikan pinggang, gelang, dan tas. Harga tergantung motif, bentuk, dan ukuran, yakni mulai dari Rp 200 ribu-Rp 4 juta. Segmentasi produk ini adalah kelas menengah ke atas.
Omzet usaha itu per bulan Rp 80-Rp 120 juta dengan margin 30-40 persen. Miftakhul juga terus menambah jumlah pekerja. Saat ini ada 15 orang pekerja yang memproduksi kerajinan kulit ikan pari.
Menurut Miftakhul, untuk mengolah kulit mentah ikan pari menjadi kulit kering setidaknya dibutuhkan waktu 14 hari. Sebanyak 20 persen produknya dijual ke luar negeri. Sedangkan 80 persen dijual di sejumlah kota di Indonesia, seperti Jakarta dan Bali.
Kulit ikan pari Miftakhul dapatkan dari pengepul di daerah pesisir utara Jawa. Sebagian juga dari pantai di Yogyakarta. Per bulan ia mendatangkan 750-1.000 lembar kulit ikan pari. Harganya Rp 70 ribu-Rp 90 ribu, tergantung jenis dan ukurannya.
Proses produksi dimulai dengan membuat pola pada kulit ikan pari yang sudah kering, lalu memotongnya. Sebelum dijahit, kulit digerinda terlebih dahulu untuk menghaluskan butiran-butiran yang melekat pada garis jahitan. Untuk pewarnaan, Miftakhul memanfaatkan bahan cat mobil.
Miftakhul mempunyai kelompok perajin kulit ikan pari yang diberi nama 'PariRadja'. Ada 25 perajin yang berhimpun. Banyak mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi dan pejabat lembaga pemerintahan yang singgah ke usaha Miftakhul untuk melihat proses produksi kulit ikan pari.
SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)