Enam Perusahaan Tambang Diijinkan Beroperasi Kembali
Reporter
Editor
Senin, 4 Agustus 2003 16:46 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Departemen kehutanan mengijinkan enam perusahaan tambang beroperasi kembali. Keenam perusahaan penambang itu merupakan bagian dari 22 perusahaan tambang yang lokasinya sedang dikaji oleh pemerintah. Yang lain masih dikaji lagi, ujar Kepala Badan Planologi Kehutanan Buen M Purnama saat konferensi pers di kantor Departemen Kehutanan, Rabu (26/3). Tiga perusahaan dari enam perusahaan yang diijinkan telah dilakukan rescorring (perhitungan kembali). Hasilnya, memungkinkan untuk dilakukan kembali kegiatan penambangan pada lokasi. Hasil perhitungan ini menunjukkan secara indikatif hutan lokasi penambangan fungsinya diubah menjadi hutan produksi terbatas. Tiga perusahaan itu adalah PT GAG Nickel di propinsi Papua, dengan luas 6060 ha. Dengan hasil rescorring hutan lindung seluas 4610 ha dan hutan produksi terbatas 1450 ha. Kedua, PT Weda Bay Nickel di propinsi Maluku Utara seluas 34990 ha, dengan hasil rescorring hutan lindung seluas 16004 ha, hutan produksi terbatas seluas 456 ha, hutan produksi tetap seluas 18530 ha. Ketiga, PT Nusa Halmahera Nickel di propinsi Maluku Utara seluas 7070 ha, dengan hasil rescorring hutan lindung seluas 4660 ha dan hutan produksi terbatas seluas 2410 ha. Ketiga perusahaan tambang lainnya, karena hasil kajian menunjukkan lokasi penambangan berada di luar kawasan konservasi dan hutan lindung. Sehingga diijinkan kembali melakukan kegiatan penambangan. Ketiga perusahaan ini adalah PT Galuk Cempaka di Kalimantan Selatan, PT Jorong Barutama Greston di Kalimantan Selatan dan PT Barisan Tropical Mining di Sumatera Selatan. Sedangkan 16 perusahaan lainnya belum mendapatkan ijin beroperasi kembali. Empat diantaranya belum ada data koordinat. Sehingga tidak dapat ditelaah lebih lanjut. Keempat perusahaan itu adalah PT Westralian Atan Minerals di Kalimantan Timur, PT Kelian Equatorial Mining di Kalimantan Timur, PT Meares Soputan Mining di Sulawesi Utara dan PT Arutmin Indonesia di Kalimantan Selatan. Satu perusahaan lainnya, yaitu PT Citra Palu Mineral, tidak diijinkan melakukan penambangan, karena lokasi penambangan berada dia areal konservasi di kawasan hutan Taman Raya Sulawesi Tengah. 11 perusahaan lainnya masih dalam proses penelaahan termasuk PT Freeport di Papua. Ijin penambangan bagi enam perusahaan yang sudah diperbolehkan beroperasi sudah disampaikan ke DPR. Sisanya, masih ditelaah lebih lanjut. Dalam pertemuan dengan DPR ada tiga opsi yang dapat dikeluarkan. Yaitu, diperiksa kasus per kasus atau dibuatkan Keppres atau Perpu. Namun pembuatan Keppres atau Perpu ditolak oleh DPR. Sehingga penelaahannya harus dilihat kasus per kasus. Tapi hal ini mendapat tentangan dari perusahaan tambang dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Menurut Buen, pihak Departemen Energi menginginkan penyelesaian secara sekaligus. Namun hal itu tidak bisa sepenuhnya dilakukan. Sementara, Departemen Kehutanan tetap berpegang pada UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Pada pasal 33 tertulis penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan diluar kegiatan kehutanan, hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi dan hutan lindung. Untuk perusahaan tambang yang sudah diperbolekan beroperasi, kata Buen, perusahaan tambang itu harus tetap dibawah pengawasan. Sehingga kegiatan sesuai dengan aturan yang digariskan. Untuk penambangan di hutan lindung harus dilakukan dengan pola tertutup dan ramah lingkungan. Tidak boleh dengan pola penambangan terbuka, kata Buen. (Priandono Tempo News Room)
Berita terkait
Pesan Nadiem untuk Guru Penggerak: Bawa Obor Perubahan di Setiap Daerah
1 menit lalu
Pesan Nadiem untuk Guru Penggerak: Bawa Obor Perubahan di Setiap Daerah
Mendikbud Nadiem Makarim memberikan pesan kepada Guru Penggerak. Apa katanya?