Badan pesawat AirAsia QZ8501 sebelum upacara penyerahan kepada KNKT, di Pelabuhan Indonesia II, Tanjung Priok, Jakarta, 2 Maret 2015. Puing pesawat berupa patahan main body, sayap dalam ukuran besar serta kepingan dalam bentuk berbeda-beda. Selain itu, terdapat empat ban pesawat. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi menyebutkan kecelakaan pesawat AirAsia QZ 8501 rute Surabaya-Singapura pada 28 Desember 2014 disebabkan sejumlah faktor. Namun pemicu awalnya pada kerusakan rudder travel limiter (RTL) pesawat. “Pada pukul 06.01 WIB, pesawat mengalami kerusakan sistem RTL,” kata Investigator Senior KNKT Kapten Nurcahyo Utomo di kantor KNKT, Jakarta, Selasa, 1 Desember 2015.
Menurut Nurcahyo, setelah kerusakan RTL pertama, awak pesawat melakukan perbaikan sesuai intruksi electronic centralized aircraft monitoring (ECAM). Pukul 06.09 WIB, RLT gangguan lagi. Empat menit kemudian, gangguan ketiga di RLT muncul dan awak mengikuti prosedur sesuai ECAM. Dua menit setelah itu, masalah yang sama berulang. “Flight data recorder mencatat ada perbedaan dengan tiga gangguan sebelumnya,” kata Nurcahyo.
Perbedaan itu sama dengan kondisi dimana RTL pesawat rusak pada 25 Desember 2014. Saat itu circuit breaker (CB) dari flight augmentation computer (FAC) pesawat dengan nomor registrasi PK-AXC itu di-reset. Namun pada 25 Desember 2014, pesawat sedang di darat. Setelah RTL di-reset saat pesawat terbang itulah FAC 1 dan 2 mati. "Setelah kedua FAC mati, auto-pilot dan auto-thrust tidak aktif," kata Nurcahyo.
Matinya dua FAC itu mengakibatkan mode penerbangan pesawat beralih dari normal law menjadi alternate law. Pada posisi alternate law ini, beberapa proteksi pesawat jadi tidak berfungsi. "Pengendalian pesawat secara manual selanjutnuya menyebabkan pesawat masuk kondisi upset condition dan stall hingga akhir rekaman FDR," ujar Nurcahyo.
Upset condition merupakan kondisi berbahaya yang dapat mengakibatkan hilangnya kontrol pesawat. Setelah upset condition itulah hidung pesawat sempat menanjak tajam sebelum akhirnya stall atau hilang keseimbangan. "Kondisi ini sudah di luar kemampuan pilot melakukan recover. Sudut kemiringan tertinggi pesawat mencapai 104 derajat," ujar Nurcahyo.
Berdasarkan catatan kotak hitam, kecepatan terendah pesawat yang tercatat adalah 57 knot. Pesawat sempat mencapai puncak ketinggian terbang mencapai 38 ribu kaki. Pada awalnya, QZ 8501 terbangan dengan ketinggian jelajah 32 ribu kaki.