TEMPO.CO , Jakarta - Guna menggenjot pengembangan listrik geotermal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengusulkan agar Kementerian Keuangan menghapus pajak bumi dan bangunan area eksplorasi geotermal. Sebab, penemuan cadangan geotermal baru bersifat mendesak.
"Investasi panas bumi itu high cost dan high risk," ujar Direktur Panas Bumi Kementerian Energi Yunus Saefulhak saat dihubungi, Selasa, 3 November 2015.
Selama ini eksplorasi dibebani PBB dan dinyatakan sebagai aktivitas kena pajak. Padahal, pada tahap tersebut, tidak ada jaminan bagi investor untuk menemukan potensi geotermal.
Investor juga kesulitan mencari pinjaman untuk memuluskan bisnisnya. Sebab, bank mengetahui nilai keekonomian dari eksplorasi masih rendah.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana sebelumnya mengatakan biaya eksplorasi bisa mencapai US$ 10 juta per sumur.
Pemerintah sebenarnya sudah memberi kemudahan investasi panas bumi dengan menghapus pajak pertambahan nilai dan bea masuk bagi barang impor yang diperuntukkan bagi kegiatan panas bumi. Sebab, target penggunaan panas bumi dalam sistem pembangkitan listrik lima tahun ke depan terhitung fantastis, yakni sekitar 4.600 megawatt.
Asosiasi Panas Bumi Indonesia mengapresiasi rencana penghapusan PBB eksplorasi geotermal. Ketua Asosiasi Abadi Purnomo mengatakan usul ini berkontribusi mengurangi beban investor yang berminat dalam pengembangan panas bumi nasional.
Abadi, yang juga anggota Dewan Energi Nasional, mengatakan masalah lain yang mengganjal dalam investasi panas bumi adalah pembebasan. Masyarakat, kata dia, perlu diedukasi secara komprehensif terkait dengan energi bersih yang ramah lingkungan.