Ini 10 Negara Ramah Bisnis, Posisi Singapura Teratas
Editor
Rully Widayati
Rabu, 28 Oktober 2015 11:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Singapura menempati peringkat teratas negera ramah bisnis tahun lalu. Peringkat ini berdasarkan laporan "Doing Business 2016": Mengukur Kualitas dan Efisiensi Peraturan, yang mencakup 189 negara.
Negara kota di Asia ini tetap merupakan tempat paling mudah untuk melakukan usaha. Sementara itu negara-negara berkembang lain berusaha meningkatkan kecepatan reformasi mereka yang ramah bisnis pada tahun lalu. Demikian menurut laporan Bank Dunia yang dipublikasikan, Selasa 27 Oktober 2015.
Hampir tidak ada perubahan dalam laporan 10 negara teratas. Data pemeringkatan disesuaikan dengan kriteria tahun ini untuk peringkat 2015 dan 2016. Selandia Baru tetap di posisi nomor dua, diikuti oleh Denmark, Korea Selatan, kelima Hong Kong, keenam Inggris dan ketujuh Amerika Serikat.
Swedia naik satu tingkat ke posisi nomor delapan, beralih tempat dengan Norwegia yang turun ke posisi kesembilan, dan Finlandia bertahan di tempat ke-10.
Laporan "Doing Business" tahunan Bank Dunia ini memasuki tahun ke-13. Gunanya melihat bagaimana peraturan menghambat atau membantu mereka melakukan bisnis, dari memulai membayar pajak hingga mendaftarkan harta kekayaan atau properti serta perdagangan lintas batas.
"Sebuah ekonomi modern tidak dapat berfungsi tanpa regulasi dan, pada saat yang sama, itu dapat menjadi terhenti karena peraturan yang buruk dan rumit," kata Kaushik Basu, kepala ekonom Bank Dunia.
"Tantangan pembangunan adalah menapak jalan sempit ini dengan mengidentifikasi peraturan yang baik dan diperlukan, dan menghindari sesuatu yang menghalangi kreativitas dan menghambat fungsi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. "
Dengan menyurvei dan memeringkat ekonomi-ekonomi, pemberi pinjaman pembangunan 188-negara berharap bahwa "buku rapor"-nya akan mendorong regulasi yang memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi rakyat.
Kemajuan cenderung menurun di antara lima kekuatan emerging-market atau negara berkembang pesat yang dikenal sebagai BRICS: Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan.
Cina, ekonomi terbesar kedua di dunia, turun satu tingkat ke posisi 84. Brazil jatuh ke posisi 116 dari 111 dan Afrika Selatan turun empat tingkat ke peringkat 73. Rusia, yang kesulitan dengan ekonominya yang terpukul oleh penurunan harga minyak dan Sanksi Barat atas konflik Ukraina, naik dalam peringkatnya, menjadi di peringkat 51 dari 54.
India maju ke peringkat 130 dari 134 tahun lalu. Dana Moneter Internasional mengatakan dalam sebuah laporan awal pada Oktober bahwa India telah siap untuk pertumbuhan tercepat diantara negara emerging-market tahun ini, pada 7,3 persen, sebagian berkat reformasi kebijakan.
Dari 189 negara yang disurvei hingga 1 Juni, Bank Dunia menemukan perbaikan dalam kerangka regulasi di 122 dari mereka. Di antara negara-negara berkembang, 85 melaksanakan 169 reformasi selama tahun lalu tahun, dibandingkan dengan 154 reformasi tahun sebelumnya.
Menambahkan 62 reformasi yang dilakukan oleh negara-negara berpenghasilan tinggi, total 231 reformasi dilaksanakan, kata laporan itu. Sub-Sahara Afrika menyumbang sekitar 30 persen dari reformasi, diikuti oleh Eropa dan Asia Tengah.
Bank Dunia menyoroti 10 teratas improvers di dunia -- negara-negara yang mengimplementasikan setidaknya tiga reformasi selama tahun lalu dan bergerak naik posisi peringkatnya: Kosta Rika (58), Uganda (122), Kenya (108), Siprus (47), Mauritania (168), Uzbekistan (87), Kazakhstan (41), Jamaika (64), Senegal (153), dan Benin (158).
Eritrea menempati peringkat terburuk bagi bisnis. Sebanyak 10 negara yang berada di posisi terbawah sebagian besar di Afrika, dengan pengecualian Haiti (182) dan Venezuela (186).
ANTARA