Indef: Paket Kebijakan III Harus Bisa Tingkatkan Daya Beli Masyarakat

Reporter

Minggu, 4 Oktober 2015 04:14 WIB

Ilustrasi belanja di supermarket. TEMPO/Dinul Mubarok

TEMPO.CO , Jakarta: -Peneliti Indef Imaduddin Abdullah mengapresiasi paket kebijakan ekonomi II yang telah dikeluarkan pemerintah. Paket kebijakan itu dianggap memberikan kemudahan dan fasilitasi investasi yang bisa mendorong masuknya investasi ke Indonesia. Namun, paket kebijakan itu dianggap memiliki kelemahan, yakni hanya fokus pada sisi penawaran (supply side).

"Paket I dan II belum menyasar pada demand side. Kami berharap pada paket kebijakan III pemerintah perlu fokus pada demand side, yaitu mengembalikan daya beli masyarakat," kata Imaduddin pada diskusi bulanan Indef, Sabtu, 3 Oktober 2015, di kantor Indef, Pasar Minggu, Jakarta.

Dia mengatakan, penopang ekonomi Indonesia selama ini berasal dari konsumsi masyarakat. Lebih dari 55 persen produk domestik bruto Indonesia berasal dari konsumsi. Sektor konsumsi ini pula yang membuat Indonesia selamat dari krisis global pada 2008.

Menurut Imaduddin, paket kebijakan ekonomi II masih terlalu fokus untuk mengundang investor baru (upcoming investor), belum memberikan insentif bagi investor yang sudah ada (existing investor). Seharusnya, pemberian insentif fiskal juga diberikan bagi investor yang sudah ada sehingga biaya produksi bisa ditekan.

Pada gilirannya, kata Imaduddin, upaya ini diharapkan bisa mencegah terjadinya PHK. "Sebab banyaknya PHK yang terjadi disebabkan tingginya biaya produksi padahal permintaan masyarakat masih lemah."

Perluasan insentif fiskal juga disuarakan ekonom Didik J. Rachbini. Menurut dia, dalam kondisi saat ini, pemerintah tidak boleh kemaruk memberangus dunia usaha dengan target pajak yang tinggi dan tidak masuk akal.

Selain itu, insentif bagi dunia usaha bisa dilakukan dengan menurunkan BBM dan tarif dasar listrik. "Listrik dan BBM mestinya diturunkan selama 1 tahun untuk mendorong dunia usaha, apalagi harga minyak dunia jatuh dari US$ 100 per barrel menjadi US$ 40 per barrel," kata Didik. Setelah harganya normal, harga BBM dan listrik bisa dinaikan lagi ke harga yang lebih rasional.

Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati mengatakan saat ini, lesunya ekonomi juga karena faktor pelemahan daya beli masyarakat. "Terjadi penurunan demand yang luar biasa. Ini bukan sesuatu yang hanya patut diwaspadai, tapi juga mendekati krisis," katanya.

Untuk mendorong sisi permintaan, beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan mempercepat pembangunan infrastruktur dan penyerapan anggaran. Selain itu, program cash transfer juga perlu diintensifkan dan diekstensifkan, misalnya melalui dana desa.

AMIRULLAH


Berita terkait

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

9 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

10 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

41 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

41 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

42 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

42 hari lalu

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

Indef menyatakan penjual akan reaktif terhadap kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

42 hari lalu

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

Indef membeberkan dampak kenaikan pajak pertabambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

55 hari lalu

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengungkapkan kriteria ideal Menkeu seperti apa yang dibutuhkan oleh Indonesia di masa mendatang.

Baca Selengkapnya

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

56 hari lalu

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

Ekonom senior UI Faisal Basri menentang rencana penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

56 hari lalu

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani membeberkan sejumlah faktor penyebab naiknya harga kebutuhan pokok,

Baca Selengkapnya