Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Direktur Operasional IMF, Christine Lagarde di Istana Merdeka, Jakarta, 1 September 2015. Jokowi mengatakan IMF menilai Indonesia memiliki kemampuan untuk bertahan menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Tempo/ Aditia Noviansyah
Kebijakan itu diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan yang ditetapkan dan diundangkan pada 9 September 2015 dan dirilis di laman Kemenkeu, kemarin.
Dalam beleid tersebut diatur ada lima WP badan lainnya – selain sektor infrastruktur – yang dikecualikan dengan perbandingan antara utang dan modal, a.l. pertama, WP bank yakni bank yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan dan Bank Indonesia.
Kedua, WP lembaga pembiayaan, badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Ketiga, WP perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah.
Keempat, WP yang atas seluruh pengasilannya dikenai pajak penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri Kelima, WP yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan.
Dalam kontrak atau perjanjian tersebut sudah mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai DER.
Penguatan modal, sambungnya, akan menghindari perusahaan-perusahaan yang hanya mengandalkan pinjaman atau utang. Dia mengungkapkan selama ini utang luar negeri swasta yang naik tidak semuanya berasal dari utang komersial bank. Ada shareholder loan – pinjaman dari pemilik sendiri / perusahaan induk di luar negeri – yang tetap dihitung sebagai biaya.