Dua orang bocah bermain di antara pohon mangrove di Pulau Tanakeke. Luas mangrove di Indonesia 9,2 juta hektar, terdiri dari 3,7 juta ha di kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan hutan. Namun, 43 persen (1,6 juta ha) mangrove di kawasan hutan dan 67 persen (3,7 ha) di luar hutan rusak antara lain akibat eksploitasi, alih fungsi, dan pencemaran. Pulau Tanakeke, Sulsel, 23 Mei 2015. TEMPO/Hariandi Hafid
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tengah mengembangkan bibit-bibit kayu putih generasi kedua guna mengurangi importasi.
“Saat ini kita mengimpor 20 persen dari total konsumsi kayu putih kita. Tapi yang diimpor itu pun sudah tidak murni kayu putih karena ada suplemen tambahannya,” kata Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK Henri Bastaman di Jakarta, Senin, 10 Agustus 2015.
Menurut dia, bibit-bibit hasil riset Kementerian LHK akan sanggup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Namun, hal itu harus dibarengi dengan ketanggapan pemerintah daerah untuk menyerap bibit-bibit itu kepada petani.
Henri mengatakan setengah atau 50% dari kebutuhan kayu putih dalam negeri dipasok dari Indonesia Timur khususnya Pulau Buru, Maluku. Selain itu, budi daya kayu putih juga terus meningkat di Jawa.
“Kami targetkan secepatnya bibit-bibit itu bisa terserap agar kita tidak lagi impor. Padahal sejak kita kecil kita sudah pakai kayu putih dan kita pikir itu semua berasal dari kita,” ujarnya.
Ini Strategi Promosikan Produk Kayu Berkelanjutan di Indonesia
15 November 2020
Ini Strategi Promosikan Produk Kayu Berkelanjutan di Indonesia
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kasan mengatakan Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk terus memberikan perhatian terhadap industri kayu ringan.