Seorang karyawan money changer menghitung uang kertas Rupiah, di Jakarta, 15 Desember 2014. Adek Berry/AFP/Getty Images
TEMPO.CO , Jakarta: Pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai perekonomian Indonesia yang sedang bersiap mengalami transisi fundamental, ditanggapi positif oleh pelaku pasar. Jokowi yang mengatakan dengan pembangunan infrastruktur, ekonomi Indonesia akan beralih dari konsumsi ke investasi dan produksi, membuat investor percaya bahwa prospek perekonomian domestik masih cukup cerah.
Menurut Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, pernyataan tersebut sedikit banyak mampu mengurangi pesimisme investor tentang kinerja perekonomian dalam negeri saat ini. Pasalnya, lantaran aktivitas pertumbuhan ekonomi dalam negeri kuartal I yang melambat ke level 4,71, sebagian kalangan terlanjur ragu kualitas pertumbuhan ekonomi kuartal II juga mampu tumbuh di atas level 5,0 persen. “Secara normatif, pernyataan Presiden yang menjelaskan strategi perekonomian nasional menenangkan banyak pihak,” katanya, Kamis 9 Juli 2015.
Josua mensinyalir penguatan rupiah sebanyak 22 poin (0,16 persen) ke level 13.334 per dolar pada Kamis terkait dengan pernyataan Jokowi. Sebab, statement Presiden Jokowi yang terbilang visioner tersebut berhasil menjaga daya tarik aset bernilai rupiah sementara waktu. “Ada potensi Jokowi Effect bakal berulang kembali”.
Namun demikian, di samping itu, Josua meminta Presiden fokus membenahi kinerja bawahannya. Persoalan belanja anggaran yang masih sangat rendah hingga saat ini, berpeluang kembali menumbuhkan keraguan banyak kalangan terhadap strategi perekonomian nasional. “Hal utama yang harus diperhatikan Presiden Jokowi adalah mengonfirmasi serapan anggaran akan berjalan lebih baik pada semester II,” katanya.
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
3 hari lalu
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.