Sejumlah mahasiswa menyandra truk tangki BBM saat unjuk rasa menolak kunjungan kerja Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jalan AP Pettarani Makassar, 6 April 2015. Mereka mengecam berbagai kebijakan pemerintahan Jokowi-JK yang dinilai tidak pro rakyat. TEMPO/Hariandi Hafid
TEMPO.CO, Surabaya - Pada 28 Maret 2015, pemerintah menaikkan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) untuk jenis Premium dan solar subsidi di wilayah luar Jawa, Madura, dan Bali. Harga Premium dan solar masing-masing dinaikkan sebesar Rp 500 per liter menjadi Rp 7.300 dan Rp 6.900 per liter. Sedangkan harga minyak tanah tetap Rp 2.500 per liter (termasuk PPN).
Kenaikan harga BBM itu terjadi karena pemerintah mengurangi subsidinya. Lantas, ke mana pemerintah mengalihkan subsidi itu?
Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pengalihan subsidi BBM digunakan untuk pembangunan sektor-sektor produktif. "Subsidi itu dialihkan ke sektor produktif, pembangunan di bidang perikanan, pertanian, pembangunan infrastruktur, dan alat transportasi," kata Jokowi saat memberikan sambutan di peringatan Hari Lahir Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ke-55 di Masjid Al-Akbar, Surabaya, Jumat malam, 18 April 2015.
Jokowi juga beralasan bahwa uang mensubsidi terlalu besar, yakni Rp 300 triliun per tahun. "Bayangkan, uang sebesar itu setiap tahunnya 'dibakar' hanya untuk subsidi BBM tanpa bekas. Kalau 10 tahun bisa Rp 3000 triliun. Uang sebesar itu bisa membangun jalur kereta api sampai Papua, yang hanya Rp 360 triliun," kata dia.
Jokowi juga menyindir presiden terdahulu yang hanya mementingkan popularitas belaka dengan tidak mau mengalihkan subsidi BBM ke sektor produktif. "Saya juga diingatkan oleh kanan-kiri bahwa pengalihan subsidi itu bisa menjatuhkan popularitas saya, tapi saya pikir itu sudah risiko sebuah keputusan," katanya.
Jokowi mengaku pengalihan subsidi tersebut semakin berat ketika ada tekanan ekonomi global dan nilai tukar rupiah yang terpuruk.
PSI Sambut Baik Partai Luar Koalisi Gabung di Pemerintahan Prabowo-Gibran
7 jam lalu
PSI Sambut Baik Partai Luar Koalisi Gabung di Pemerintahan Prabowo-Gibran
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyambut baik partai-partai non-Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang ingin bergabung pasca penetapan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Menurut Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie, sikap tersebut mencontoh Presiden Joko Widodo alias Jokowi.