Ini Dia Ketan Organik dari Kebon Ndeso Yogyakarta

Reporter

Editor

Kurniawan

Kamis, 9 April 2015 15:14 WIB

Sayur organik produksi Bantul, Yogyakarta.(TEMPO/Shinta Maharani)

BISNIS.COM, Jakarta - Bisnis kuliner penganan ketan susu alias tansu memang menawarkan fulus yang cukup menggiurkan. Jika Anda ingin ikut menikmati gurihnya bisnis ini, tak ada salahnya mencoba melakukan kreasi untuk menaikkan nilai jual dan lebih menarik pelanggan. Salah satu kreasi yang bisa dicoba yakni membuat ketan susu dari bahan baku organik.

Apalagi tren hidup sehat dan menikmati makanan organik kini menjadi gaya hidup tersendiri di kalangan masyarakat urban, sehingga bisa menjadi peluang usaha. Untuk mendapatkan bahan baku beras ketan organik yang berkualitas pun kini semakin mudah.

Sebab para pemasok berlomba-lomba menawarkan produk mereka lewat Internet. Salah satunya komunitas Kebon Ndeso yang berbasis di Yogyakarta. Sejak komunitas ini didirikan pada 2009, produk beras ketan organiknya sudah didistribusikan ke berbagai daerah, seperti Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Lampung, dan Sulawesi.

Agung Saputra, salah satu pendiri Kebon Ndeso, membudidayakan beras organik dengan menggandeng 160-an petani yang tersebar di delapan titik di wilayah Yogyakarta dan Magelang, Jawa Tengah.

Rata-rata pembeli produk ketan organiknya adalah pelaku industri rumahan. Ada pelanggannya dari Pati, Jawa Tengah, yang menggunakan ketannya untuk memproduksi minuman serbuk tradisional. Ada juga pelanggan tetap dari Kota Bandung dan Jakarta yang menggunakan ketannya dalam industri makanan tradisional, seperti wajik dan lemper. “Kalau pelaku industri ketan susu saat ini tampaknya belum ada,” katanya.

Di Koperasi Pangan Nasional miliknya yang berbasis di Yogyakarta, ada beberapa produk organik unggulan yang dijual. Antara lain ketan putih dan ketan hitam dengan rata-rata produksi 1-2 ton serta beras hitam dan beras merah sekitar 8 ton beras per bulan.

Harga yang diberikan juga cukup bersaing, yakni sekitar Rp 16.000 untuk ketan hitam dan Rp 14.000 untuk ketan putih organik. Harga itu hanya berselisih Rp 2.000-Rp 3.000 dengan produk semiorganik yang juga bisa didapatkan di koperasinya.

Agung tak hanya menjual ketan untuk para pembeli partai besar. Ketan organik tersebut juga dijual secara eceran dalam beberapa ukuran kemasan, yakni 800 gram; 1,5 kilogram; 2,5 kilogram; 25 kilogram; dan 50 kilogram.

Bagi pembeli di Kota Yogyakarta yang berjarak di bawah tujuh kilometer dari koperasinya yang berada di Jalan Magelang Kilometer 3, dia menggratiskan ongkos pengiriman.

Bagi pembeli yang berada di luar jarak itu tak perlu khawatir, sebab Agung memberikan garansi kepada konsumennya. Selain garansi seratus persen organik, garansi berupa pemotongan harga hingga penggantian barang diberikan jika beras ketannya mengalami kerusakan saat pengiriman.

Pasokan bahan baku tak sulit didapatkan dan ceruk pasar, yakni penggemar produk organik, pun punya potensi tersendiri. Sekarang tinggal menunggu keberanian pengusaha untuk mengeksekusi peluang.

ROPESTA SITORUS (BISNIS.COM)

Berita terkait

Program Wirausaha Bantu Tingkatkan Rasa Percaya Diri Anak Wujudkan Potensi

4 hari lalu

Program Wirausaha Bantu Tingkatkan Rasa Percaya Diri Anak Wujudkan Potensi

Pelatihan program wirausaha muda bantu anak melatih pola pikir menjadi pengusaha, sekaligus tingkatkan rasa percaya diri mereka.

Baca Selengkapnya

Cerita dari Kampung Arab Kini

27 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

30 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

Lion Air Group Gandeng 16 Perguruan Tinggi untuk Perkuat Ekosistem Penerbangan

58 hari lalu

Lion Air Group Gandeng 16 Perguruan Tinggi untuk Perkuat Ekosistem Penerbangan

Maskapai penerbangan Lion Air Group menggandeng 16 perguruan tinggi di Indonesia untuk memperkuat ekosistem penerbangan.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

12 Maret 2024

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

8 Maret 2024

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram

Baca Selengkapnya

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

4 Maret 2024

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Gebyar Wirausaha 10: Menuju Kesuksesan dan Berkah melalui Transformasi Bisnis

15 Februari 2024

Gebyar Wirausaha 10: Menuju Kesuksesan dan Berkah melalui Transformasi Bisnis

Gebyar Wirausaha ke-10 ini juga diharapkan menjadi gerbang utama dalam Program One Year Coaching (OYC) Batch 7.

Baca Selengkapnya

Kemenkop UKM: Kesehatan dan Kecantikan jadi Sektor Unggulan Pengembangan UMKM

6 Februari 2024

Kemenkop UKM: Kesehatan dan Kecantikan jadi Sektor Unggulan Pengembangan UMKM

Kemenkop UKM berharap dapat menciptakan lingkungan yang mendukung lahirnya wirausaha yang inovatif, berbasis teknologi, dan bertahan.

Baca Selengkapnya

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

20 Januari 2024

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.

Baca Selengkapnya