Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan), berbincang dengan Menteri Koordinator Perekonomian, Sofyan Djalil, sebelum dimulainya rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, 12 Maret 2015. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO,Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan akan ada peraturan pemerintah (PP) baru untuk melegalkan pungutan dana perkebunan. Presiden Joko Widodo juga akan meneken peraturan presiden untuk memperkuat landasan hukum pungutan dana perkebunan, khususnya untuk komoditas minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya.
Sofyan menambahkan, PP itu masih dalam tahap finalisasi. Nantinya, PP akan diparaf oleh menteri terkait, yakni Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. "Secepatnya," kata Sofyan di kantornya, Senin, 6 April 2015.
Menurut Sofyan, mulai bulan ini pemerintah akan memungut dana patungan itu untuk mendukung industri sawit (CPO Supporting Fund -CSF) sebesar US$ 50 per ton ekspor CPO dan US$ 30 per ton produk turunannya. Dana itu akan digunakan sebagai subsidi penerapan mandatory (wajib) biodiesel 15 persen. Dana itu juga akan digunakan untuk penanaman kembali, penelitian, dan pengembangan untuk mendukung petani sawit.
Tahun lalu, ekspor CPO Indonesia mencapai 19 juta ton, sementara tahun ini diperkirakan bisa 20-21 juta ton. Itu belum termasuk komoditas turunannya yang terdiri atas lebih dari 32 jenis produk. "Kalau dikalikan, CSF nantinya bisa Rp 5,6-7 triliun," katanya.
Apakah CSF ini akan dijadikan model untuk industri perkebunan lain? Sofyan menyatakan hal itu masih memerlukan pengkajian. Sebab, selain karena kebijakan itu belum berjalan, karakter tiap-tiap industri perkebunan di Indonesia berbeda. "Kita lihat nanti. Jadi kalau ini berhasil mungkin bisa kita berlakukan untuk karet."
Menko Airlangga Bicara Ekonomi RI hingga Hasil Pemilu di Hadapan Pebisnis Inggris
13 hari lalu
Menko Airlangga Bicara Ekonomi RI hingga Hasil Pemilu di Hadapan Pebisnis Inggris
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bicara perkembangan ekonomi terkini, perkembangan politik domestik dan keberlanjutan kebijakan pasca Pemilu 2024.