Nelayan Burma mengangkat tangan saat petugas mendata kepulangan mereka dar Pusaka Benjina Resources perusahaan perikanan di Benjina, Kepulauan Aru, Indonesia, Jumat, 3 April 2015. Organisasi Internasional untuk Migrasi menduga bahwa jumlah pekerja paksa yang ada di pulau tersebut dapat mencapai lebih dari 4.000 orang. AP/Dita Alangkara
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Asep Burhanuddin membenarkan praktek suap yang terjadi di perairan Indonesia bagian timur, khususnya di Benjina, Kepulauan Aru. Asep mengklaim adanya ketimpangan antara pendapatan petugas dan pengeluaran menjadi salah satu penyebabnya.
“Gaji mereka tidak besar, tapi pengeluarannya tinggi. Buat ongkos transportasi saja mahal,” kata Asep saat dihubungi, Ahad, 5 April 2015.
Asep menjelaskan bahwa praktek suap yang sudah berlangsung cukup lama tidak hanya melibatkan petugas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, tapi juga institusi lain, seperti aparat keamanan dan pegawai pemerintah daerah. Sebab, tidak hanya petugas KKP yang menjaga pos perairan.
Menurut dia, setiap perusahaan sudah menyiapkan dana operasional sebesar Rp 37 juta. Dana ini diberikan karena para petugas telah memberikan jasa pengamanan kapal-kapal perusahaan. Dari KKP sendiri, ada dua petugas yang menjaga pos keamanan.
Namun lambat laun praktek ini menjadi lumrah terjadi di kalangan petugas. “Saya sudah memberi tahu mereka kalau tindakannya tidak benar,” kata Asep. Namun ia mengaku tidak bisa menindaknya.
Asep menilai imbauan saja tidak cukup untuk menghapus praktek suap. Ia menegaskan harus ada kerja sama antar-kementerian dan lembaga jika pemerintah ingin menghilangkan suap di lapangan.
Asep enggan berbicara mengenai sanksi terhadap oknum yang menarik uang. “Saya akan laporkan temuan ini ke atasan,” ucapnya. Asep berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan kesejahteraan pegawai di wilayah lepas pantai. “Tidak banyak yang mau bekerja di sana.”
Sebelumnya, Direktur PT Pusaka Benjina Resource Hermanwir Martino mengungkapkan telah menyuap semua petugas pengawas di Benjina. Ia harus merogoh kocek sekitar Rp 37 juta untuk para pengawas. Uang itu dipakai sebagai pelicin agar mendapatkan izin berlayar.
Kepala Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan, Yoseph, membenarkan pernyataan direksi Pusaka Benjina. Ia menuturkan uang itu dibagi-bagikan untuk anak buahnya.