Organda Minta Tarif AKAP Naik Lebih 10 Persen
Editor
Dwi Wiyana Majalah
Kamis, 20 November 2014 06:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Angkutan Darat atau Organda meminta pemerintah menaikkan tarif bus antarkota antarprovinsi (AKAP) lebih dari 10 persen. Sekretaris Organda Pusat Andriansyah mengatakan, jika kenaikan tarif AKAP hanya 10 persen, para pengusaha akan merugi. "Kenaikan segitu enggak akan menutupi biaya operasional," katanya saat dihubungi Tempo, Rabu, 19 November 2014.
Kenaikan tarif angkutan umum, terutama untuk bus antarkota, belum ditetapkan, meski kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi telah diumumkan pada Senin malam. Kementerian Perhubungan mengisyaratkan kenaikan tarif bus AKAP akan ditetapkan sebesar 10 persen. (Baca: DPR Pertanyakan Anggaran Pengurangan Subsidi BBM.)
Andriansyah memperkirakan, dengan kenaikan harga solar bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter maka biaya operasional pengusaha angkutan umum, terutama bus AKDP dan AKAP, akan naik sebesar 30 persen. "Naiknya harga BBM pasti akan diikuti inflasi, maka harga onderdil dan lainnya pun akan ikut naik," katanya. Karena itu, kalau kenaikan tarif bus AKAP hanya 10 persen, pengusaha pasti keberatan.
Adapun di sejumlah daerah, pemerintah provinsinya telah menetapkan besaran kenaikan tarif bus antarkota dalam provinsi (AKDP). Jawa Barat, misalnya, telah memutuskan tarif bus AKDP naik sebesar 27 persen. Kemudian, Sumatera Utara menaikkan tarif bus AKDP sebesar 33 persen. "Rata-rata untuk AKDP kenaikannya sebesar 30 persen di berbagai provinsi," kata Andriansyah. (Baca: BBM Naik, Kapolri Sarankan Organda Naikkan Tarif.)
Sebelumnya, Ketua DPP Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menyatakan penyesuaian tarif bus AKAP dan AKDP di DKI Jakarta masih dibahas. "Kami masih menghitung besaran yang sesuai," katanya.
Sedangkan soal insentif yang diberikan pemerintah berupa pemotongan bea pengurusan surat kendaraan bermotor dan balik nama sebesar 50 persen, Andriansyah menilai itu belum cukup. "Kami masih menunggu apa saja insentif yang akan diberikan. Kalau cuma insentif fiskal, kurang," ujarnya. "Insentif lain untuk memurahkan harga onderdil juga dibutuhkan pengusaha."
PRAGA UTAMA
Terpopuler
Amien, Mantan Petinggi KPK, Pimpin SKK Migas
Saat Ahok Dilantik di Istana, Ini Langkah FPI
Cerita Tes Keperawanan yang Bikin Polwan Pingsan
Ruhut: Lawan Jokowi, DPR Gantung Diri